gambar : agus karianto |
"Ide gila, Mut," kata teman-teman si Mumut. "Sebaiknya batalkan saja ikut pemilihan raja hutan."
"Iya, Mut. Urungkan saja niatmu yang tidak masuk akal itu," seru teman si Mumut yang lain.
"Benar, Mut. Kalau kamu mencalonkan diri menjadi raja di kerajaan semut pasti aku dukung. Tapi...kalau mencalonkan diri menjadi Raja Hutan aku meragukan kemampuanmu."
Namun si Mumut tersenyum mendengar kekhawatiran teman-temannya. Si Mumut enggan mengurungkan niatkan, bahkan tekadnya semakin kuat menjadi raja hutan. Dia tidak menyangkan ternyata banyak teman-temannya yang sangat perduli dengan keselamatannya.
"Mut, hentikan niatmu!" kata semut merah. "Kami sesungguhnya khawatir dengan keselamatanmu. Kami khawatir kamu akan celaka bila harus bertarung dengan musuhmu. Musuhmu sangat berat, Mut. Kami khawatir kamu tidak sanggup melawannya."
"Benar, Mut. Lawan tandingmu adalah Si Gajah!! Tubuh Gajah sangat besar, Mut! Sekali injak dengan kakinya maka tubuhmu akan hilang ditelan bumi," kata semut yang lain meyakinkan.
Sementara itu, beratus-ratus semut yang ikut mendengarkannya perdebatan itu ikut resah dan gelisah dengan kenekatan si Mumut. Semuanya khawatir seandainya si Mumut tewas maka mereka kehilangan calon pemimpin terbaiknya.
"Teman-teman," kata si Mumut mulai menjawab keresahan teman-temannya. "Saya ucapkan terima kasih karena kalian begitu peduli dan mengkhawatirkan keselamatanku. Sebenarnya, kekhawatiran teman-teman itu berlebihan. Kita tahu khan setiap warga memiliki hak yang sama untuk menduduki posisi Raja Hutan. Nah...selama ini Raja Hutan selalu dimonopoli oleh yang memiliki kekuatan besar. Warga yang kuat senantiasa diunggul-unggulkan menduduki posisi penting. Tetapi, kali ini aku akan merubah pola pikir itu. Aku percaya dan telah memiliki taktik untuk memenangkannya. Aku akan buktikan bahwa rakyat kecil seperti kita layak menjadi raja hutan"
"Hah? Kamu yakin memiliki taktik untuk memenangkannya, Mut?" tanya teman-temannya agak ragu.
"Benar, asal kita bersatu maka aku akan mampu mengalahkan lawanku."
"Maksudmu kita bersatu itu bagaimana, Mut?"
"Begini, teman-teman. Untuk mengalahkan Gajah, aku perlu bantuan kalian. Aku butuh kekompakan kita. Aku butuh persatuan kita. Aku butuh kebersamaan kita. Maka aku yakin kalau kita bersatu pasti si gajah dapat aku kalahkan. Maukah kalian berjuang bersama-sama aku?" tanya si Mumut bersemangat.
Dan tanpa dikomando seluruh semut menjawab : "Mauuuuuuuuuuuuuu.....mau...mau...kita bersatu melawan si Gajah."
"Terimakasih teman-teman." kata si Mumut. "Nah, sekarang kita mulai menyusun strategi."
Kemudian si Mumut mulai membagi tugas kepada seluruh semut. Sebagian semut diperintahkan untuk mengumpulkan buah merica sebanyak-banyaknya. Dan sebagian semut bertugas menumbuk setiap merica yang telah disetorkankannya. Sebagian semut bertugas menyaring merica yang telah ditumbuk. Kemudian merica yang telah halus ditempatkan pada sebuah kantong yang akan dibawa si Mumut bertarung melawan si Gajah.
"Okey, kalau semua sudah siap maka aku akan pergi menemui si Gajah untuk memulai pertarungan," kata si Mumut sambil mengangkat kantong berisi bubuk merica. Sementara itu semua semut mengiringinya dari kejauhan. Si Mumut terus berjalan menuju tempat pertandingan.
Di tempat pertandingan, si Mumut nampak berdiri tegap sambil menunggu si gajah datang. Sementara itu, teman-teman si Mumut menyaksikannya dari kejauhan. Seluruh semut saling bergandengan tangan sambil berdo'a agar si Mumut diberi kekuatan untuk menghadapi si gajah.
Tidak berapa lama, di kejauhan nampak debu-debu beterbangan. Terdengar suara yang nyaring seperti bunyi terompet. "Toeeeeettttt....toeeeettt....toeeetttt." Ternyata yang datang adalah si gajah yang akan menjadi lawan tanding si Mumut. Si gajah datang diiringi teman-temannya seperti sapi, kerbau, kuda nil, dan hewan-hewan besar lainnya.
"Aduh bagaimana ini?" kata teman si Mumut mulai merasa resah. "Bagaimana mungkin si Mumut bisa menghadapi lawan sebesar itu? Aduh...bagaimana ini?" Namun keresahan para semut tiba-tiba terhenti ketika terdengar suara si gajah yang menggelegar.
"Jadi yang menjadi lawan tandingku hanyalah seekor semut?!!!! Huuuahahahahahahaha....huuuahahaha....huuuahahaha...nekat benar kamu, Mut!" bentak si gajah sambil berkacak pinggang menunjukkan keangkuhan dan ketakaburannya.
"Urungkan saja niatmu, Mut! Percuma kamu menghadapi kekuatanku! Kamu hewan kecil apa yang bisa kamu andalkan untuk bisa melawanku...hah?!"
"Jangan takabur begitu, Gajah," kata si Mumut. "Setiap ketakaburan dan kesombongan tentu akan mencelakakan diri sendiri. Kamu jangan takabur dengan kekuatan yang kamu miliki sat ini. Semua kemungkinan bisa terjadi. Dan sebaiknya mari kita memulai pertandingan ini."
"Puih ! Bukan sombong, Mut! Tapi ini kenyataan? Tubuhmu kecil, lalu mana bisa mengalahkan keperkasaanku. Sekali aku injak dengan kakiku maka tubuhmu akan masuk ke dalam tanah."
"Berhenti menyombongkan diri, Gajah! Ayo segera hadapi aku!" kata semut sambil berlari menghampiri si gajah. Dan si gajah diam saja tidak menggerakkan tubuh sama sekali. Si gajah tahu bahwa dibutuhkan berpuluh-puluh langkah si Mumut untuk bisa mendekati tubuhnya. Oleh karena itu sambil menunggu si semut berjalan di tubuhnya, si gajah memejamkan mata sambil tiduran di atas tanah. Si gajah benar-benar menganggap enteng kecerdikan si Mumut. Dan tidak berapa lama si Mumut telah berada di dekat belalai si gajah. Kemudian dia mengeluarkan kantong yang berisi tumbukan merica halus dan secepat kilat merica halus tersebut ditaburkan ke kedua lobang hidung si Gajah. Sebelum si Gajah menyadari apa yang dilakukannya, maka si Mumut secepat kilat berlari memasuki telinga kanan si Gajah. Lalu dia menggigitnya kuat-kuat di beberapa tempat.
"Toeeetttt...toeeettt...toeeett....aduh sakit..sakit...sakit...!!.telingaku sakit....hasiiihhhh....hasiihhh !!!," teriak si gajah menahan rasa sakit sambil berkali-kali bersin. Si gajah mencoba berusaha mengeluarkan hewan yang telah menggigit telinganya dengan belalainya, namun usahanya selalu gagal karena hidungnya telah dipenuhi oleh bubuk merica yang ditaburkan si Mumut sehingga hal inilah yang mengakibatkan dirinya senantiasa bersin terus menerus.
Si gajah semakin resah merasakan telinganya sakit. Sementara itu hidungnya tidak henti-hentinya bersin. Akhirnya untuk meredakan rasa sakitnya, si gajah berguling-guling ke atas tanah. Berkali-kali telinga kanannya dibentur-benturkan ke benda apa saja yang ada di dekatnya, namun rasa sakit di telinganya tidak hilang juga. Sementara itu, seluruh teman si Gajah tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka ingin menolong si gajah, namun si gajah terus meronta-ronta dan berlarian kesana kemari. Akhirnya, lama kelamaan tenaga si gajah mulai habis dan tubuhnya jatuh ke atas tanah tanpa bisa bergerak lagi. Si gajah sudah tidak berdaya. Dia akhirnya menyerah dan mengakui kekalahannya melawan si Mumut. "Aku mengaku kalah, Mut. Kamu memang hewan kecil namun amat cerdik." kata si gajah.
"Horeee.....hore...hore...hore....hidup Mumut...Hidup Mumut...hidup Mumut," teriak para semut sambil berlarian mendekati si Mumut. "Hore...si Mumut yang cerdik kini berhak menjadi Raja Hutan....!"
Si Gajah tertunduk malu. Dia malu telah meremehkan kecerdikan si Mumut. Ia menyesal telah bersikap takabur dan sombong dengan kekuatan diri sendiri. Setelah mengucapkan selamat atas kemenangan si Mumut, kemudian ia pergi menjauh diikuti teman-temannya.
selesai
sumenep, 8 maret 2013
No comments:
Post a Comment