Saturday, October 27, 2012

SI MEONG YANG PEMALAS (oleh : aguskarianto)

foto : wikipedia
          Musim kurban tiba. Di tempat penyembelihan kurban, ramai orang mengiris-iris daging menjadi ukuran yang lebih kecil. Tujuannya, agar bisa dibagi rata kepada orang yang berhak menerimanya. Namun, irisan daging yang terlalu kecil biasanya dibuang begitu saja. Setiap kali ada potongan daging yang terbuang maka si ayam, si bebek dan si angsa berebutan meraihnya. Bila si ayam yang berhasil menangkapnya, maka si bebek dan si angsa bertepuk tangan ikut senang. Begitu pula sebaliknya, apabila si bebek atau si angsa yang berhasil menangkapnya maka serentak dua temannya yang bersorak sorai ikut senang. Tidak ada pertengkaran di antara mereka dalam memperebutkan potongan-potongan daging.
          Menjelang sore hari, ketiganya telah mengumpulkan potongan daging cukup banyak. Dan mereka berniat pulang untuk memasak dagingnya.
        "Wah, daging ini akan aku buat sate," kata si bebek.
        "Aku akan bikin gule," sahut si angsa.
        "Woi...enak dibuat sayur sop saja," seru si ayam.
        "Hahahaha....ternyata selera kita berbeda, ya," lanjut si bebek. "Apapun masakannya, yang penting kita makan enak, choy."
        Sesampai di rumah masing-masing, mereka mulai memasak daging mereka. Aroma masakannya membuat perut yang menciumnya tentu penasaran ingin mencicipinya. Apalagi aroma sate si bebek mulai menyebar kemana-mana. Sehingga aroma itu menarik perhatian si  Meong, seekor kucing berwarna belang,  yang sampai sore hari masih tidur pulas. Si  Meong memang terkenal pemalas dan suka mencuri makanan milik teman-temannya..
       "Hai...hai..hai...rupanya mereka mengerti  kalau aku saat ini sudah lapar," kata Si meong dalam hati "Tentu mereka memasak untuk aku. Biar saja makanan itu matang dulu, nanti aku diam-diam akan menyantapnya." Kemudian si meong mulai mengintip ke rumah tiga temannya. Dia tersenyum ketika melihat bahwa satenya di bebek telah matang. Ketika ia mengintip rumah si angsa, ternyata gulenya juga sudah siap disantap. Lalu, ketika dia mengintip ke rumah si ayam nampaknya sayur sopnya juga siap di santap.        "Chihuiiii.....siap santap!!!" kata si meong dalam hati sambil berjalan mengendap-ngendap menuju keiga rumah temannya.
foto : whiskas
        Saat si ayam pergi ke rumah si angsa untuk memberitahu bahwa sayur sopnya sudah matang maka si meong secepat kilat masuk rumahnya dan menyantap habis sayur sop yang ada di atas meja.   Setelah sayur sop habis lalu dia mengendap-ngendap lagi menuju rumah si angsa. Rupanya si angsa juga merasa senang masakannya selesai. Oleh karena itu, si angsa dan si ayam akan  melihat kerja  si bebek. Mereka akan memastikan apakah si bebek juga sudah menyelesaian masaknya. Nah, ketika si angsa dan si ayam telah keluar rumah maka secepatnya si meong masuk rumah dan menyantap gule si angsasampai habis tak bersisa. "Uh, lezaaaatttt," kata si meong.
         Si Angsa dan si ayam tidak menyadari bahwa masakan mereka telah dicuri si meong. Keduanya kini telah berada di rumah si bebek yang masih sibuk menyelesaikan pekerjaannya. 
        "Jadi masakan kalian sudah matang, ya?" tanya si bebek kepada si ayam dan si angsa.
        "iya, bahkan makanan itu sudah tertata rapi di meja," jawab si ayam dan si angsa.
        "Tapi, pekerjaanku juga akan selesai. Aku tinggal membuat bumbu satenya saja."
        "O iya, bagaimana kalau kita makan bersama-sama di bawah pohon dekat sungai itu," kata si angsa.
        "Wah ide bagus itu....ayo kita ambil masakan kita," seru si ayam.
        Kemudian si ayam dan si angsa pergi pulang mengambil masakan mereka. Tapi tidak lama kemudian terdengar teriakan dari rumah si angsa dan si ayam.
        "Astaghfirullahal adziem....mana masakanku?" teriak si ayam
        "Subhanallah...siapa yang telah mencuri masakankuuuuuuuu....!" teriak si angsa kemudian.
        Si bebek terkejut mendengar jeritan dan teriakan kedua temannya. Pekerjaan membuat bumbu sate ia tinggalkan. Kemudian ia berlari menuju rumah teman-temannya. Ia ingin mengetahui apa penyebabnya sampai kedua temannya berteriak seperti itu. "Wuah, kesempatan bagus nih," pikir si meong yang sejak tadi mengintip rumah si bebek dari balik jendela. "Aku  tidak akan  menyia-nyiakan kesempatan bagus ini." Kemudian, secepatnya ia melompat lewat jendela si bebek. Dan dengan sekali lompatan ia telah berada didepan puluhan tusuk sate milik si bebek. "Ufht ... makanan lezat begini kok ditinggalkan begitu saja, siiihhh," kata si meong seraya menyantap sate-sate milik si bebek. Ia berusaha secepatnya menyantap sate di hadapannya agar tidak diketahui oleh si bebek. Namun, si meong agak kesulitan setiap kali melepas daging sate dari tusukannya, sehingga pekerjaannya agak sedikit lama untuk bisa menghabiskan sate-sate di hadapannya.Akhirnya, tanpa disadarinya  ternyata si angsa, si bebek dan si ayam telah berada di hadapannya.
        "Heiiii....ternyata si meong yang menjadi biang keladinya!!!" teriak si angsa, si bebek dan si ayam bersamaan.
        Si Pus Meong terkejut. Ia mau berlari tetapi terlambat. Ketiga temannya telah mengepungnya. Ternyata perbuatannya telah diketahui teman-temannya. Maka untuk menghilangkan jejak, ia berusaha menelan semua sate yang ada di genggamannya. Ia lupa bahwa ada beberapa sate yang masih belum dilepas dari tusuknya. Tetapi karena tergesa-gesa ia masukkan semua sate ke dalam mulutnya.
       "Aduuuhhhhh....aduuuuhhhh.....aduuuhhhh....aammmpuuuunnnn...sakitttttt....sakiiiiiittttt," teriak si  Meong. Ia menjerit dan merintih kesakitan. Ia berlari sambil melompat-lompat ke sana kemari. Ia berusaha melarikan diri sambil memegangi mulutnya yang berdarah terkena tusuk sate. Ia berlari sekencang-kencangnya. Ia tidak perduli dengan barang-barang di hadapannya. Ia tabrak semua barang di hadapannya. Rasa sakit di tubuhnya tidak seberapa dibandingkan dengan rasa sakit di mulutnya yang tertusuk tusuk sate miik si bebek.
         Si angsa, si bebek dan si ayam sebenarnya sangat kecewa karena masakannya dicuri si  Meong. Namun ditengah kekecewaan itu, mereka tetap bersyukur karena masih bisa menikmati beberapa tusuk sate yang masih belum dimakan si  Meong.
         "Kasihan si Meong. Akibat kemalasan dan sikap kurang baiknya maka dia merasakan akibatnya," kata si angsa, si bebek dan si ayam sambil menikmati sisa sate yang ada di hadapannya..


selesai,-


sumenep, 29 Oktober 2012


moral cerita : Sifat malas dan tindakan tidak terpuji selamanya tidak ada manfaatnya.
                     Akibat sifat malas akan berdampak terhadap kehidupannya sendiri.

Monday, October 22, 2012

KISAH PAK BADAK DAN BERUANG (oleh : aguskarianto)


foto : wikipedia
       Ketika musim bertelur tiba, ikan-ikan salmon berenang menentang arus sungai. Mereka punya indra yang tajam sehingga tahu dimana harus meletakkan telurnya. Meskipun aliran air cukup deras namun demi perjuangan melahirkan generasi baru maka perjuangan hidup yang keras tetap dijalani dan dilakukannya. Mereka berjuang mempertaruhkan nyawanya. Bagi ikan salmon yang kehabisan tenaga di jalan maka tubuhnya langsung terseret air sungai dan mati lemas. Dan bagi mereka yang memiliki tenaga kuat akan bisa mencapai sumber air dimana mereka bisa meletakkan telurnya.
          Pemandangan berenangnya beratus-ratus ikan salmon di sungai ternyata menarik perhatian si Beruang. Ia senang memperhatikan cara ikan salmon berenang. Namun, diam-diam ada niatan beruang untuk menceburkan diri ke dalam sungai untuk menangkapi mereka. "Kalau bisa aku kumpulkan tentu aku tidak usah susah-susah mencari makanan lagi karena cadangan makananku sangat banyak, " demikian pikir beruang.
          Tiba-tiba....byuuuurrrrr.....si beruang menceburkan diri ke dalam air sungai. Ia berusaha menangkapi ikan-ikan salmon tersebut. Tapi, berkali-kali ia berusaha menangkapi ikan salmon ternyata ikan salmon tersebut bisa melepaskan diri. Tubuh si salmon ternyata licin.. Si beruang mencoba menangkapi lagi, namun belum berhasil juga. Gagal dan gagal lagi usahanya. Akhirnya, dia merasa kecewa. Tenaganya semakin menurun. Perutnya terasa lapar. Lalu ia keluar dari air sungai dengan perasaan kecewa. Rasanya dia mau menangis. Dan, di bawah pohon dia menyandarkan tubuhnya sambil merasakan perutnya lapar.
          "Huh ! Sialan betul ternyata si salmon sulit dipegang," gerutu si beruang. "Malu aku memiliki tubuh besar namun tidak bisa menangkapi hewan sekecil salmon. Huuu..huuu...huuuu." kata si beruang mulai menangis.
           Dan, tidak jauh dari tempat si beruang beristirahat ada seekor badak yang memperhatikannya. Si badak hanya bisa tersenyum melihat tingkah polah si beruang dalam menangkap ikan.
           "Selamat siang, beruang," sapa si badak. "Ada apa kamu menangis sendirian?"
           "Selamat siang," jawab si beruang. "Oooo, nampaknya ada pak Badak. Pak Badak juga ingin menangkap ikan salmon? Iya, Pak Badak...tadinya aku berusaha menangkap ikan tapi ikan salmon itu sulit ditangkap ,Pak. Tubuhnya licin sekali. Huuu..huuu....huuuu"
            "Hohohoho....tahu aja kamu, iya memang tubuh si salmon amat licin. Sulit ditangkap jika tidak menggunakan alat bantu. Tanpa alat bantu maka sampai kapanpun kau menangkapinya pasti tidak akan dapat."
           "Wuahhh....pak Badak kelihatannya tahu benar cara menangkap ikan salmon. Boleh dong aku diajari, Pak."
           Kemudian pak Badak mulai menerangkan tentang kehdupan ikan salmon dan cara bagaimana dengan mudah menangkapinya. Si beruang senang mendengar penjelasan pak Badak.
          "Jadi alat bantunya kuku-kuku tajam itu, Pak?" tanya si beruang "Tapi, aku tidak punya."
          "Iya, beruang. Dengan kuku-kuku tajam Bapak inilah yang memudahkan aku menangkapi ikan salmon itu." jawab pak badak. "Tapi, kamu jangan khawatir. Bapak akan meminjami kuku-kuku ini untuk kamu. Tapi ingat, hanya 3 hari ini saja, ya...."
           Betapa senangnya hati si beruang mendengar bahwa pak badak akan meminjamkan kuku-kuku tajamnya kepadanya. "Aku akan mengumpulkan ikan salmon sebanyakbanyaknya," pikir beruang.
Dan benar juga, setelah si beruang menggunakan kuku-kuku tajamnya ternyata dia dengan mudah menangkapi ikan-ikan salmon yang berenang. Kemana saja ikan salmon menghindar ternyata bisa ditangkapi oleh si beruang. Oleh karena itu, tidak heran apabila dalam sekejap si beruang telah mengumpulkan banyak ikan salmon. "
           "Wah, enak benar menggunakan kuku-kuku tajam ini. Aku bisa dengan mudah menangkapi ikan salmon. Dan, cadangan makananku banyak. Horeeeee....," teriak si beruang. Dan malam harinya si beruang memakan semua ikan hasil tangkapannya sampai habis. "Biar saja kuhabiskan ikan-ikan ini...besok khan aku bisa mencari lagi menggunakan kuku-kuku tajam ini," demikian pikir si beruang.
           Ketika memasuki hari ketiga, si beruang juga telah menangkap ikan salmon dalam jumlah banyak. Kemudian ia memakannya juga semua ikan yang telah ia dapat hari itu. Saat si beruang makan ikan salmon terakhir yang didapatnya hari itu tiba-tiba ia ingat bahwa hari itu adalah hari terakhir. Hari ketiga ia dipinjami kuku-kuku tajamoleh Pak Badak. "Wah, gimana ini? Kalau kuku-kuku tajam ini aku kembalikan ke Pak Badak tentu aku bisa kelaparan lagi dong! Ahhhh...biarlah kuku-kukunya ini aku bawa lari saja."
Dan, malam itu juga si beruang pergi menjauh agar pak Badak tidak bisa menemuinya.
           Pada Hari Ketiga, pak Badak ingin mengambil kuku-kuku tajamnya yang telah dipinjam si beruang. Sejak pagi ia sudah pergi berjalan menuju rumah si beruang. Namun ia heran, sebab si beruang keluar-keluar dari rumahnya. Ketika pak Badak berusaha melongok ke dalam rumah ternyata  si beruang juga tidak ada.  Lalu ia berusaha mencari ke sungai tempat si beruang mencari ikan ternyata tidak ada juga.
          "Huh, kemana si beruang?" tanya pak badak. "Padahal cadangan makanku sudah menipis. Kini kuku tajamku dibawanya juga. Bagaimana aku harus mencari makanan tanpa ada kuku tajam itu."
          Pak badak terus mencari si beruang ke sana kemari, namun tidak diketemukan juga. Sehari, dua hari, tiga hari, sebulan, dua bulan pak badak mencari keberadaan si beruang namun belum ditemukan juga.
         "Uh....ternyata aku telah ditipu oleh si beruang," gerutu pak Badak. "Gara-gara dia, aku kini sudah tidak memiliki kuku-kuku yang tajam lagi. Gara-gara dia aku tidak bisa menikmati ikan salmon lagi. Gara-gara dia aku kini merasa kesulitan mencari makanan. Awas ya, kalau aku bertemu dia maka aku akan membuat perhitungan dengan dia. Aku tidak akan memberi ampun. Akan kulumat dan kurobek-robek mulutnya yang suka berbohong itu."
         Dan sejak saat, itu pak badak kehilangan kuku-kuku tajamnya yang telah dipinjam dan dibawa lari si beruang. Kedua hewan itu akhirnya tidak pernah bertemu lagi. Si beruang selalu menghindar dan pergi menjauh agar tidak sampai bertemu pak Badak.  

Saturday, October 20, 2012

SANG SIPUT MENJADI PANGERAN (oleh : aguskarianto)

          Suatu hari, kerajaan Binatang mengadakan sayembara. Sayembaranya yaitu siapa saja yang bisa masuk paling cepat ke Pintu Gerbang Kerajaan Tua maka dia akan diangkat sebagai Sang Pangeran. Dan dia berhak mewarisi Kerajaan Tua. Sayembara itu terbuka untuk umum.
          Sejak dibukanya pendaftaran sayembara itu, ternyata peserta yang mendaftar sangat banyak. Ada kancil, monyet, kelinci, gajah, harimau, singa, ular, badak, tupai, gorilla, komodo, buaya dan beberapa hewan lainnya. Semua bersemangat ingin memenangkan lomba. Mereka menginginkan menjadi Sang Pangeran. Untuk itu, mereka mulai mempersiapkan segala sesuatunya agar dalam menempuh perjalanan bisa secepat kilat. Harapannya, agar salah satu dari mereka memenangkan sayembara tersebut.
         Ketika pelaksanaan sayembara akan dimulai, tiba-tiba datanglah seekor kuda liar. Dia bergegas hendak mendaftarkan diri sebagai peserta juga. Dan niat sang kuda liar tersebut mendapat tanggapan yang beragam dari peserta lainnya.
        "Tidak setuju....sayembara sudah akan dimulai."
        "Iya...tidak setuju sebab pendaftaran telah ditutup," teriak kelinci.
        "Datangmu terlambat sih...jadi kita tidak setuju kamu ikut lomba," seru yang lain
        Namun, sang kuda liar mencoba untuk merengek kepada Sang Raja agar dia diperkenankan ikut sayembara. Kuda liar sepertinya agak jengkel kepada teman-temannya. Mereka berusaha mencegah agar dirinya  tidak bisa ikut sayembara. "Ini tidak adil," pikir si kuda liar. Kemudian kuda liar memperhatikan satu persatu teman-temannya  dengan  perasaan congkak dan sombong. Kuda liar semakin memandang rendah teman-temannya.
        "Memangnya, siapa pemilik kerajaannya ini?" kata sang kuda liar. "Apakah kalian pemiliknya? Bukankah sayembara ini terbuka untuk umum? Bukankah pelaksanaan sayembara belum dimulai? Sang Raja saja belum memberi keputusan tentang boleh tidaknya aku ikut sayembara ini. Atau...jangan-jangan kalian khawatir kalah ya melawan aku?"
         "Yaaa....tidak begitu, kawan," kata si monyet membela diri. Sebenarnya si monyet membenarkan ucapan si kuda liar. Mereka takut kalah.  "Tapiiii....kamu khan....."
         "Hohohoho....tuhkan kalian tidak bisa menjawab pertanyaanku. Jadi, aku boleh ikut sayembara....hehehehe...hohoho...huhuhu...hahaha," teriak kuda liar sambil menari-nari di hadapan teman-temannya.
         Mendengar keributan di halaman kerajaan, membuat sang raja segera keluar. Dia mencoba untuk menenangkan mereka.
         "Ada apa ini? kok kalian saling bertengkar ?" kata sang raja.
        "Wahai, raja...'" kata Kuda Liar. "Aku tadi hendak mendaftarkan diri menjadi peserta, namun dihalang-halangi oleh mereka. Bukankah sayembara ini terbuka untuk umum? Jadi rasanya tidak adil dong kalau aku dilarang mengikutinya."
         Sang Raja hanya manggut-manggut saja mendengar penuturan Kuda Liar. Kemudian dia berkata :
         "Memang sayembara ini terbuka untuk umum, tidak peduli siapa saja boleh mengikutinya."
          "Horreeeeeee......horeeee....horeeee....aku boleh ikut....aku boleh ikut...terima kasih Raja," teriak Kuda Liar.
          Kegembiraan si Kuda Liar ternyata tidak diikuti hewan-hewan yang lain. Seluruh hewan nampak kecewa, sedih dan saling menggerutu. Bahkan,  nyali mereka menjadi ciut. Mereka sadar bahwa kekuatan lari sang kuda liar tidak ada yang bisa menandingi. Kekuatan lari sang kuda liar secepat kilat. Seluruh hewan  berpikir bahwa sia-sia saja mereka mengikuti sayembara. Tidak ada gunanya mereka berpayah-payah mengikutinya. Buang-buang tenaga dan waktu saja. Sebab, sudah dapat dipastikan bahwa si Kuda Liarlah yang akan memenagkan sayembara itu. Si kuda liar memiliki tenaga dan bisa lari secepat kilat dibandingkan  mereka.
          "Sang Raja, saya mengundurkan diri mengikuti sayembara ini."
          "Saya juga mengundurkan diri"
          "Saya juga....saya juga...saya juga....saya juga" seru hewan-hewan yang lain.
          Sang raja terkejut mendengar seluruh hewan mengunduran diri mengikuti sayembara.Sang raja amat kecewa. Namun dia tidak bisa memaksakan kehendak kepada mereka. Dia tidak bisa menghalang-halangi  mereka mengundurkan diri mengikuti sayembara.
           "Hohohohoho...baguslah kalau kalian tahu diri...." kata kuda liar dengan nada mengejek "Kalian memang tidak sederajat dengan aku. Kalian memang pecundang. Kalian memang pengecut semua. Tenaga kalian memang payaaaaahhhhhh....Capek dech!"
           Sang raja masih terdiam. "Kalau sudah begini, lalu apa gunanya diadakan sayembara lagi?" kata sang raja dalam hati. " Nggak lucu, apabila si kuda liar harus berlomba sendirian. Harusnya dia segera dinobatkan saja sebagai pemenang tunggal  bila tidak ada penantangnya" pikir sang raja.
         "Baiklah rakyatku, karena kalian telah mengundurkan diri, maka si kuda liar menjadi peserta tunggalnya. Dan menurut peraturan sayembara, apabila dia menjadi peserta tunggal, maka langsung ditetapkan sebagai pemenangnya. Bagaimana?"
          Seluruh peserta nampak kecewa mendengarkan keputusan raja. "Semua ini gara-gara si kuda liar sialan itu," gumam mereka penuh kejengkelan. Memang, seluruh hewan merasa  tidak suka dengan kedatangan kuda liar.Akibatnya, mereka gagal total meraih predikat sang Pangeran.
          "Baiklah, aku hitung sampai angka tiga. Apabila tidak ada yang berani menantang si Kuda Liar maka dia akan ditetapkan sebagai sang Pangeran Kerajaan. Satuuuu......duaaaaaa.....tiiiiiiiig..........."
          "Tunggu sebentarr sang Rajaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa.....!!!" teriak seekor hewan yang berada di bawah rerimbunan pohon.
          Seluruh hewan terkejut dan menoleh ke arah suara tadi. Namun, mereka keheranan dan saling pandang. Ternyata Si Siput yang berteriak sambil berjalan  menuju ke podium raja.
          "Aku mendaftarkan diri menjadi peserta sayembara, paduka raja" kata si siput.
          Hampir semua hewan tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan si siput. Cacian dan umpatan dilontarkan kepadanya. Semua hewan memandang rendah si siput. Tidak terkecuali si kuda liar. Si kuda liar hanya bisa memicingkan satu matanya melihat si siput.Dia meremehkannya. Bahkan sesekali lidah si kuda liar dijulurkan ke badan si siput. Hal ini membuat si siput terguling-guling di tanah karena cangkangnya oleng dan badannya ikut terpelanting ke tanah. Namun, si siput berusaha berdiri lagi. Meskipun dengan perjuangan yang tidak mudah, ia terus berusaha membalikkan cangkangnya.Ulah si siput menjadi tontonan bagi mereka.
          "Jangan bermimpi terlalu tinggi, Siput," teriak teman-temannya.
          "Kami saja mengundurkan diri menghadapi si kuda liar, apalagi kamu"
          "Iya....impianmu benar-benar tidak realistis."
          "Mana mungkin kamu sanggup melawan si kuda liar?"
          "Sudahlah...urungkan saja niatmu, Put!"
          "Sekali injak saja tubuhmu bisa lumat, Put....urungkan saja niatmu mengikuti sayembara ini."
          Demikian celotehan, makian, hinaan, cercaan kepada si siput. Namun, si siput tetap pada pendiriannya. Pendiriannya sekokoh batu karang di lautan. Meskipun diterpa angin, air, badai dan halilintar dia tetap tegar memegang pendiriannya. Dia tidak akan mundur selangkahpun menghadapi si kuda liar. "BELUM MENCOBA KOK SUDAH MENGUNDURKAN DIRI. BELUM BERTANDING KOK SUDAH BERKATA KALAH. PECUNDANG ITU NAMANYA," pikir si siput.
         "Baiklah kalau begitu," kata sang Raja. "Aku tidak membedakan siapapun yang mengikuti sayembara ini. Peraturannya tetap sama. Siapa yang terlebih dahulu memasuki pintu gerbang maka dia diangkat sebagai Pangeran."
        "Oke, ayo siap-siap berlomba : Satuuu....duaa....tiigaaaa...." demikian sang raja memberi aba-aba tanda pertandingan dimulai.
         Ketika sampai pada hitungan ketiga, sang kuda liar langsung berlari sekencang-kencangnya. Dan dalam sekejap, dia hilang dari pandangan mata sang raja serta teman-temannya. Tetapi sebaliknya dengan si siput, ia mulai berjalan pelan menyusuri jalanan. Tanpa ekspresi apapun dia terus berusaha menyusuri jalanan. Seluruh hewan tertawa terbahak-bahak melihat si siput berjalan. Ada yang terus melontarkan makian. Ada yang berusaha membujuknya agar menghentikan mengikuti sayembara. Bahkan ada yang berusaha melempari tubuhnya dengan air, agar si siput tergelincir dan gagal meneruskan perjalanan.
        Namun, pendirian si siput tetap kokoh. Meskipun mendapat cacian, hinaan, cercaan dari teman-temannya tidak mengecilkan niatnya untuk memenangkan lomba yang diikutinya. Dia terus berjalan. Berjalan. Dan berjalan setapak demi setapak menuju pintu gerbang Kerajaan Tua. Rintangan demi rintangan ia singkirkan demi melangkah ke tahap selanjutnya.
        Lain si siput, lain pula dengan si kuda liar. Dia kini sudah jauh meninggalkan si siput. Si kuda liar merasa senang, sebab sebentar lagi pasti dialah yang akan menjadi pemenangnya. Sebentar lagi dia akan dinobatkan menjadi Sang Pangeran. Namun, terkadang ia terlihat takabur. Terlalu percaya diri dengan kekuatannya sehingga meremehkan kekuatan lawan.  "Hewan jalannya lelet begitu mau menantang aku....ya tidak ada seujung kuku kekuatannya. Seluruh teman-temannya  takut menghadapiku, apalagi dengan si kupret kecil itu. Pyuuuuuhhhh....hewan payaaahhhh....hewan leleeeettt," demikian ejek demi ejekan si kuda liar kepada si siput yang masih jauh berjalan di belakangnnya.
      Tiba-tiba, kegembiraan si kuda liar sirna seketika. Ia begitu cemas melihat jalan di depannya. Untuk menuju pintu gerbang kerajaan ternyata dihubungkan dengan sebuah jembatan yang  membentang di atas jurang yang dalam. Jembatan itu  nampak sudah tua. Banyak bagian jembatan yang sudah rusak. Saat si kuda liar berusaha menginjak jembatan, ternyata bagian yang diinjaknya patah dan jatuh ke dalam jurang. Sehingga dia takut untuk meneruskan langkah menyeberanginya. "Aduuuuuh bagaimana ini? Padahal tinggal selangkah lagi ! Aduuuhhhh....gimana ini," kata si kuda liar sambil mondar mandir ke sana. Dia mencoba mencari cara untuk bisa melewati jembatan di hadapannya. Namun semakin dia berpikir semakin membuatnya cemas. Dia mau minta bantuan teman, namun teman-temannya sudah membencinya. Akhirnya, dia hanya bisa menangis karena tidak bisa menyeberangi jembatan yang ada di depannya.
        Saat hari menjelang gelap, di kejauhan nampak si siput sudah mencapai jembatan juga. Si siput kaget melihat si kuda liar menangis di sisi jembatan.
       "Hai, kenapa kamu menangis, teman?" sapa si siput.
       Kuda liar tidak menjawab. Bahkan tangisannya semakin keras. Si siput enggan bertanya lagi kepadanya. Ia terus melangkahkan kakinya. Sesampainya di jembatan, ia melangkah penuh kehati-hatian. Dia mencari bagian jembatan yang masih kuat menahan tubuhnya. Dan, dalam langkah ke sembilan puluh sembilan, si siput berhasil menginjakkan kakinya di pintu gerbang kerajaan tua.
       "Alhamdulillah....horeeeee.....horeeee....horeeeeee......yess!! yess!! yess!!" teriak si siput kegirangan.
Di pintu gerbang kerajaan tua, ternyata ia telah disambut oleh sang raja. Rupanya sang raja memiliki jalan pintas untuk bisa cepat sampai di sana. Raja amat gembira karena Si siput telah memenangkan sayembara. Lalu, sang Raja segera memasang sebuah Mahkota di kepala si siput. Kini Si Siput dinobatkan sebagai Sang Pangeran.  Seluruh hewan yang menyaksikan penobatan si Siput hanya bisa terdiam. Mereka merasa malu telah menghina, mencerca dan meremehkan si Siput.  Mereka merasa menyesal dengan sikapnya. Tidak seharusnya mereka meremehkan kemampuan teman.Sebuah prestasi hidup tidak ditentukan oleh kondisi tubuh. Siapapun yang telah diciptakan Allah SWT di dunia ini berhak memenangkan persaingan hidup.Ternyata kekuatan impian  bisa diwujudkan dengan kerja keras setahap demi setahap. Jangan takut untuk bermimpi. Wujudkan mimpi kita dengan bekerja setahap demi setahap penuh kesabaran menjalani proses pencapaiannya.


selesai

sumenep, 20 oktober 2012

moral cerita : Jangan takut  bermimpi. Jangan pedulikan orang yang menghina, mencerca dan meremehkan
                     kita yang telah melangkah setahap demi setahap berusaha mewujudkan impian kita.
                     Kesuksesan adalah saat dimana kita bisa menyelesaikan tahapan demi tahapan perjalanan
                     kita menuju pencapaian cita-cita.
       

Friday, October 19, 2012

PERSAHABATAN MONYET, KURA-KURA DAN PENYU (oleh : aguskarianto)

          Pagi itu, mentari sekali-kali muncul dan sekali-kali hilang tertutup awan. Sehingga sinar mentari yang menyinari bumi terkadang terang dan terkadang redup. Angin bertiup sepoi-sepoi. Udara pagi hari itu menjadi sejuk. Hal ini membuat si Monyet yang duduk di atas dahan pohon mengantuk. Padahal dia semalaman sudah tidur nyenyak sejak sore hingga menjelang matahari terbit. Namun, rasa kantuk si monyet seketika sirna ketika melihat kedatangan kura-kura dan penyu. Kedua temannya itu membawa sekeranjang kacang tanah. Si monyet merasa keheranan. Hari masih pagi namun kedua temannya sudah membawa sekeranjang kacang tanah. "Wah, ada yang nggak beres, nih," pikir si monyet.
          "Hoiiii....berhenti!" teriak si monyet menghentikan langkah kura-kura dan penyu.
          Kura-kura dan penyu terkejut dengan kedatangan si monyet. Mereka berusaha untuk tidak menghiraukan teriakan si monyet. Mereka terus berjalan. Mereka ingin segera menghindar agar  tidak berurusan dengan si monyet. Mereka ingin segera mencari tempat persembunyian agar si monyet tidak bisa mengetahui keberadaannya. Namun, langkah kaki mereka terlampau kecil dibandingkan si monyet. Dan dengan beberapa lompatan saja si kura-kura dan penyu berhasil dikejar si monyet.
         "Hei...kenapa kamu berusaha menghindar dariku?" tanya si monyet kemudian. "Wah...pasti ada yang tidak beres nih dengan isi keranjang yang kamu bawa."
          Kura-kura dan penyu hanya saling pandang. Mereka enggan berdebat dengan si monyet. Berdebat dengan si monyet tidak ada untungnya. Mereka selalu dikalahkannya. Si monyet selalu ingin menangnya sendiri. Si monyet selalu suka bohong. Kata-katanya sulit dipercaya. Banyak temannya yang selalu menjauhinya. Sifatnya tidak disukai teman-temannya.
         "Pasti kalian mencuri, ya! Pagi-pagi sudah membawa sekeranjang kacang tanah. Pasti barang curian, ya?" tuduh si monyet kepada mereka.
         Mendapat tuduhan si monyet akhirnya kura-kura dan penyu tidak terima. Ia ingin membela diri.
         "Enak saja," jawab kura-kura. "Kamu jangan asal tuduh saja, Nyet! Tuduhanmu itu amat menyakitkan hati kami."
         "Ya tentu saja aku curiga...kalian sepagi ini sudah membawa sekeranjang kacang tanah? Dapat darimana kalian, kalau tidak mencurinya."
         "Wah tuduhan tanpa bukti adalah fitnah, lho! Fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan, Nyet!"
         "Tapi, benar khan kalian mencuri?!"
         "Nyet !!," bentak si penyu. "Lama-lama aku muak dengan tuduhanmu yang tanpa dasar itu! Kamu sama sekali tidak menghargai kerja kerasku sejak pagi. Kami barusaja datang dari kebun Pak Ahmad. Kami ikut membantu memanen kebun kacang tanahnya. Untuk itulah kami mendapat upah sekeranjang kecang tanah ini. Terserah kalau kamu tidak percaya. Biarkan kami pergi. Jangan ganggu perjalanan kami." kata si penyu lalu melanjutkan perjalanannya.
         "Hei...hei...hei....sebentar dong," kata si monyet sambil berdiri di tengah jalan agar mereka tidak segera pergi. "Bukan maksudku menuduhmu, teman! Namun, aku cuma ingin memastikan. Memastikan darimana kacang tanah itu kalian dapat. Itu saja. Kalau aku tahu cara kamu mendapatkannya, maka aku juga bisa membelamu bila ada teman kita yang ingin merebut kacang tanahmu."
         "Ah...alasan saja kamu, Nyet!" kata kura-kura. "Bilang saja kalau kamu juga menginginkan kacang tanahku, khan?!"
         Si monyet jadi salah tingkah. Ternyata kura-kura bisa mengetahui maksudnya. Namun ia pura-pura bersikap baik hati kepada mereka. Ia berusaha mencari kesempatan untuk bisa mencuri sekeranjang kacang tanah yang dibawa kura-kura dan penyu. Oleh karena itu, kemanapun si kura-kura dan penyu berjalan senantiasa diikutinya dari kejauhan. Cara ini dilakukan agar kedua temannya tidak mengetahui kalau ia ikuti dari jauh.
         Ketika berada di pinggir sungai, si kura-kura dan penyu menghentikan langkahnya. Mereka kelelahan dan ingin istirahat. Di bawah pohon yang rindang mereka merebahkan diri. Sekeranjang kacang tanah mereka apit berdua dengan tujuan bila ada yang mencuri mereka berdua bisa mengetahuinya. Angin yang berhembus sepoi-sepoi membuat mereka segera teridur.
        Betapa senangnya si monyet melihat teman-temannya tertidur. "Wah, ada kesempatan membawa kacang tanahnya, nih," pikirnya. Kemudian, si monyet pelan-pelan menghampiri mereka. Ia berusaha memanggil nama mereka. Namun karena kecapekan setelah bekerja rupanya tidur mereka teramat pulas. Mereka tidak sadar akan keberadaan monyet di sana. Oleh karena itu, si monyet dengan leluasa membawa sekeranjang kacang tanah mereka. Dan secepat kilat si monyet berlari menjauh dengan membawa sekeranjang kacang tanah milik kura-kura dan penyu.
       Sesaat kemudian, si kura-kura dan penyu terbangun. Mereka terkejut sebab sekeranjang kacang tanahnya telah hilang. Mereka berusaha mencari kesana kemari namun tidak ketemu juga. Mereka menangis. Mereka bersedih. Mereka menyesal telah tidur terlalu pulas.Dan dengan langkah gontai mereka berjalan menyusuri pematang sawah sambil terus mencari keberadaan barang miliknya.
        "huuu   huuu  hhuuuuu...gara-gara kita tidur terlalu pulas akhirnya hilang dech kacang tanah kita," kata si kura-kura menyesali diri.
        "Iya...ya...coba kalau kita tadi terus pulang ke rumah tentu barang kita tidak sampai hilang."
        "Sialan !Memangnya siapa sih yang usil mencuri kacang tanah kita? Awas ya kalau ketahuan! Aku akan mengambil perhitungan dengan mereka."
        "Iya...kita akan keroyok saja mereka. Kita laporkan bapak polisi saja biar dihukum berat."
        Tiba-tiba langkah mereka dihentikan oleh seekor kepiting sawah. Si kepiting ternyata telah mendengar semua pembicaraan mereka.
        "Sabar, teman-teman!" sapa si kepiting. "Aku sebenarnya mengetahui siapa yang telah mencuri kacang tanahmu>"
        "Hah ?! Benarkah ucapanmu itu, Pak Kepiting?" tanya si penyu bersemangat.
        "Benar, aku tahu. Si monyetlah yang telah membawa sekeranjang kacang tanahmu tadi,"
        "Astaghfirullahaladziem....lagi-lagi dia yang selalu bikin ulah," kata kura-kura. "Lalu, kemana dia pergi, Pak Kepiting?"
        "Sabar, ya. Bapak mau menolong kalian. Bapak tadi telah menyuruh anak-anak mengikuti kemana saja si monyet pergi. Sebab bapak curiga dengan sikap tergesa-gesanya. Sebentar lagi tentu ada laporan keberadaan si monyet."
         Si kura-kura dan penyu akhirnya bisa bernafas lega. Ternyata Pak Kepiting akan membantu mereka. Dan tidak lama lagi mereka akan menemukan kacang tanah mereka.
        "Pak Kepitiiiiiiiing.....dia berhenti tidak jauh dari sini, Pak!" teriak anak kepiting. "Dia berhenti di bawah pohon pinggir sungai, Pak."
        "Baiklah, ayo kita segera ke sana," kata Pak kepiting mengajak seluruh anaknya, si kura-kura dan penyu menuju tempat dimana si monyet berada.
        "Naaaaahhhh....itu dia, Pak." kata anak kepiting sambil menunjuk si monyet yang sedang duduk sambil menikmati kacang tanah.
        "Ayo kita atur strategi, ya," kata Pak Kepiting. "Ada yang berada di sebelah kanan, ada yang bagian kiri, ada yang bagian belakang, dan Bapak akan berada di bagian bawahnya. Usahakan agar dia tidak mengetahui keberadaan kita. Semua harus sudah siap dengan capit-capitnya. Dan setelah mendengar komando Bapak maka secepatnya kalian capit tubuh si monyet kuat-kuat, yaaaa."
         "Siaaaaaappppp!"
         Lalu Pak Kepiting dan anak-anaknya mengambil posisi masing-maasing. Sementara si kura-kura dan penyu mengamatinya dari kejauhan.
         Si monyet tidak menyadari akan kehadiran kelompok kepiting. Ia terus menguliti kulit kacang dan memakan biji-bijinya. "Hemmmmm....lezatttt....enaaaakkk," kata si kera sambil menjulur-julurkan ekornya ke bawah. Setiap ki\ulit kacang tanah yang telah dibukanya ia lempar begitu saja ke aliran sungai di depannya.
         "Awassss.....satuuuu....duuaaaa....tiiii...ggaaaaaaaaaaaaaa!" teriak Pak Kepiting
         "Wuaduuuuuuuuuuuuuuccchhhhhhhhh.....ssaaakiiiiiittttt....saakiiiittt....sakiiiittttt," teriak si Monyet sambil menarik-narik ekornya yang dicapit oleh Pak Kepiting bersama-sama dengan anak-anaknya. Si Monyet lari tunggang langgang sambil terus berusaha melepaskan capitan Pak Kepiting. Namun karena capitan Pak kepiting terlalu kuat maka ia kesulitan melepaskannya. Akhirnya, si monyet tidak bisa mengendalikan tubuhnya. Ketika ia berusaha melompat di pinggir sungai, tubuhnya oleng. Dan akhirnya...byuuuuuuurrrr.....tubuh si monyet tenggelam ke dalam air sungai yang alirannya deras. Si monyet tidak bisa berenang. Tubuhnya hanyut terbawa aliran sungai.
        "Terima kasih, Pak Kepiting," kata si kura-kura dan penyu kepada Pak Kepiting yang baru berenang dan keluar dari air sungai. "Terima kasih juga kepada anak-anak Pak kepiting. Kami tidak tahu harus bagaimana membalas kebaikan kalian."
         "Sudahlah, teman. Bapak senang bisa membantu kalian. Si pekerja keras seperti kalian layak ditolong daripada di pencuri itu!"
         Kemudian si kura-kura dan penyu pamit pulang sambil membawa sisa kacang tanah yang masih belum dimakan oleh si monyet.


selesai

sumenep, 19, oktober 2012

Moral Cerita : Jadilah pekerja keras dimanapun berada dengan segala potensi yang anda miliki. Jangan
                       berusaha membandingkannya dengan potensi teman. Aku adalah aku. Insyaallah si
                       pekerja keras lebih dihormati daripada si pencuri dan pemalas.

Wednesday, October 17, 2012

KETIKA JARUM DETIK MAU MOGOK KERJA (oleh : aguskarianto)

            Sejak puluhan tahun, Pak Ridlo memiliki sebuah jam. Jam itu bisa diandalkan ketepatannya. Detik demi detik, menit demi menit dan jam demi jam senantiasa berada pada posisi waktu yang tepat. Setiap detik, menit dan jam senantiasa tepat dengan jarum jam dunia yang berada di Greenwich. Pak Ridlo bangga memiliki jam seperti itu.Oleh karena itu, jam kebanggaannya diletakkan pada posisi yang strategis. Tujuannya, agar setiap orang yang melihatnya senantiasa tepat waktu. Senantiasa menghargai waktu.
           Malam itu, terjadi pertengkaran antara si jarum jam, jarum detik dan jarum menit.Tidak tahu apa penyebabnya. Tiba-tiba si jarum detik protes terhadap jarum jam dan jarum menit.
          "Pokoknya aku mau mogok kerja....aku tidak mau menjadi jarum detik lagi...aku ingin ganti posisi...aku ingin ganti profesi....titik!" demikian protes si jarum detik kepada jarum menit dan jarum jam.
          Mendengar omelan dan protes si jarum detik, membuat si jarum jam tersenyum. Sebaliknya, si jarum menit  jadi bingung dengan ulah si jarum detik.
         "Aneh, ada apa dengan si jarum detik?" pikir si jarum menit.
         "Memangnya ada apa denganmu, jarum detik?" tanya si jarum menit. "Malam-malam waktunya Pak Ridlo tidur tetapi kamu teriak-teriak begitu...wah bisa mengganggu tidur Pak Ridlo tuh."
         "Aku tidak peduli....pokoknya aku mau protes...mau mogok kerja,,,titik!"
         "Iya, mau protes apa? Mau protes kepada siapa? Khan harus jelas...nggak usah teriak-teriak begitu," lanjut si jarum menit.
         "Aku sudah capek...pokoknya aku sudah capek...aku mau ganti posisi saja...ganti jabatan, " jawab si jarum detik sewot.
       Si jarum jam dan jarum menit sama-sama tidak mengerti arah pembicaraan si jarum detik. Si jarum detik berkeinginan ganti posisi?...ganti jabatan? Apakah ia iri dengan posisi jarum jam maupun jarum menit? Kalau sampai mereka saling ganti posisi, lalu apa yang akan terjadi dengan kekompakan mereka selama ini. Tentu kegiatan Pak Ridlo sekeluarga akan amburadul. Tentu kebanggaan Pak Ridlo kepada mereka akan sirna. Itu sama artinya dengan akan mempensiunkan kerja mereka. Sebab jam akan rusak. Nah kalau rusak tentu Pak Ridlo akan membuangnya. Akan menjualnya di pasar loak. Mereka akan tidak berguna lagi.
      "Kamu ini ada-ada saja, jarum detik!" sela si jarum menit. "Tidak seharusnya kamu berkata seperti itu. Bukankah selama ini, kita dikagumi karena kekompakan kerja kita. Kita bekerja sesuai fungsi kita. Nah...kalau sampai kekompakan kita terganggu tentu sebentar lagi kita akan dimasukkan ke dalam musium."
      "Aku ini sudah capek....dan aku ingin merasakan menjadi jarum menit atau jarum jam sepertimu. Aku lihat enak sekali kerjamu dibandingkan aku," guman si jarum detik.
      "lho..lho..lho..lho..lho...enak gimana, jarum detik? Dari dulu, kerja kita khan seperti itu! Tapi, mengapa kamu bisa berkata bahwa kerjaku dan kerja si jarum jam lebih enak dibandingkan kamu...alasan dari mana itu?"
      "Iya nih, jarum detik ada-ada saja," kata jarum jam. "Coba jelaskan alasanmu, jarum detik."
       "Kalian ini kok tidak mengerti juga sih maksudku!" bentak si jarum detik. Lalu si jarum detik  mulai menerangkan alasannya untuk mogok kerja. "Sejak dulu,  tugasku begitu-begitu saja. Kalau dihitung, sudah berapa kilometer aku berjalan. Sejak aku dibuat, kerjakulah yang paling banyak dibandingkan dengan kerja kalian. Kerjakulah yang paling keras. Kerja kalian tidak sebanding dengan kerjaku. Aku sudah melangkah satu putaran tapi si jarum menit baru melangkah sekali. Apalagi kalau dibandingkan dengan si jarum jam, aku sudah melangkah 3600 kali putaran, tetapi kamu baru berjalan selangkah. Itu khan tidak adil namanya. Itu khan tidak fair namanya. Oleh karena itu, aku mau mogok kerja saja. Aku sudah capek. Aku ingin ganti posisi saja...ganti jabatan....titik!"
        Si jarum menit dan si jarum jam akhirnya mengerti duduk permasalahannya. Mereka tahu penyebabnya mengapa sampai si jarum detik mau mogok kerja. Mereka cuma bisa tersenyum mendengar ulah si jarum detik.
       "Hahahaha...kamu ini ada-ada saja, jarum detik," kata jarum jam. "Kenapa kamu cuma melihat kerjaku sepintas lalu saja? Memang, kalau kamu perhatikan kerjaku terlalu ringan. Aku cuma berjalan sekali setelah kamu bergerak 3600 kali putaran. Tapi, kamu tidak tahu bahwa kaki-kakiku ini diberati oleh gerigi-gerigi yang banyak. Aku perlu tenaga besar untuk bisa berjalan. Kadang aku merasa  risih dan merasa berat bergerak. Tenaga yang kukeluarkan lebih berat daripada kamu. Sebenarnya, bukan kamu yang protes, tetapi akulah yang berhak protes karena kerjaku dari dulu amat berat dan melelahkan. Namun karena aku ikhlas mengerjakannya dan merasa bahwa dengan kerja kerasku itu bisa bermanfaat bagi banyak orang maka rasa lelahku hilang. Rasa bosanku sirna. Rasa jenuhku tiada lagi. Aku menikmati saja tugas yang menjadi kewajibanku.Pantang aku protes terhadap tugas yang telah dipercayakan kepadaku."
       Mendengar penjelasan si jarum jam, membuat si jarum detik merasa malu sendiri. Ternyata sikap yang ia tunjukkan kepada si jarum menit dan si jarum jam ternyata salah. Ia salah menilai kerja teman. Ternyata ia merasa kurang ikhlas bekerja. Ternyata ia kurang mensyukuri terhadap tugas yang telah dibebankan kepadanya. Tidak seharusnya dia memandang ringan terhadap tugas yang dilakukan temannya. Belum tentu kerja teman kita yang nampaknya ringan akan terasa ringan bagi mereka. Bisa jadi, menurut pandangan kita ringan namun dibalik itu ada beban berat yang harus ditanggungnya.
      "Maaf teman-teman kalau aku berniat mogok kerja. Aku memang merasa kurang mensyukuri terhadap pekerjaan yang telah kulakukan selama ini. Aku tidak menyadari bahwa kita bekerja saling membutuhkan dan saling mengisi. Kalau ada salah satu di antara kita mogok kerja tentu ada pihak lain yang merasa dirugikan bahkan bisa memporak porandakan tujuan kita selama ini. Oleh karena itu, aku minta maaf ya."
     "Hahahaha....benar katamu, jarum detik," kata si jarum menit. "Kalau kamu mogok berputar tentu satu kakiku tidak ada yang menggerakkan dan akibatnya aku tidak bisa berputar. Akhirnya kaki  si jarum jam tidak ada yang menggerakkan juga dan akhirnya tamatlah riwayat kita. Kita akan menjadi jam rusak dan pasti kita akan segera dikandangkan oleh pemilik kita. Khan gawat....."
     "Iya dech mulai saat ini kita kompakan lagi, ya....biar Pak Ridlo senantiasa tepat waktu pergi bekerja dan tepat waktu dalam mengerjakan ibadah kepada Allah swt," kata si jarum detik sambil terus melanjutkan kerjanya berputar detik demi detik untuk menggerakkan kaki si jarum menit dan jarum jam.


selesai

sumenep, 17 oktober 2012


     

Tuesday, October 16, 2012

AKHIR PETUALANGAN SI SEMUT MERAH (oleh : aguskarianto)

       Mentari sudah menampakkan diri. Sinarnya terang dan terasa hangat menerpa apa saja yang ada di permukaan bumi. Tidak terkecuali kepada sekelompok semut hitam yang sedang berbaris rapi. Mereka sedang bergotong royong mengangkat sepotong roti yang ditemukan di bawah pohon mawar. Sekelompok semut memang terkenal suka bergotong royong, tidak terkecuali siapa saja yang menemukan makanan maka secara spontan teman-teman yang lain membantu mengangkat ke rumahnya.
      Tidak jauh dari tempat semut-semut hitam menemukan makanan, ada seekor semut merah yang masih tidur nyenyak.Semut merah ini terkenal pemarah dan suka merebut makanan yang dimiliki teman-temannya.Bila makanan tidak diberikan maka dia tidak segan-segan menantang temannya untuk berkelahi sampai mati. Berpuluh-puluh temannya pernah menjadi korban ketamakan semut merah.
      "Ayoo...angkat..angkattt...satu..dua...tigaaaa....angkat bagian sebelah kiri....tapi yang bagian kanan bisa bergeser ke kanan....yaaaa...begitu....ayooo sekarang rotinya diangkat sama-sama....yaaaaakkkk...," demikian si pemimpin semut hitam memberi komando dalam mengangkat sepotong rotinya.
      "Ayooo...ayooo...ayooo....kompaaakkk....'" teriak semut-semut hitam.
      "Oke...rasa lelah kita singkirkan dahulu sebab kita hampir sampai ke rumah !"
       Teriakan demi teriakan semut-semut hitam ternyata membuat tidur semut merah terganggu. Dia jadi terbangun. Dan ketika dilihatnya bahwa si semut hitam yang berteriak-teriak maka spontan dia bangkit amarahnya.
      "Heiiiiiiiiii.....diaaaaammmmmm!!!!" bentak si semut merah.
      Dan tanpa dikomando, semut-semut hitam terdiam. Mereka menghentikan langkahnya. Mereka terdiam. Ternyata teriakan-teriakan sang pemimpin mereka telah mengganggu tidur si semut merah.Kini si semut merah telah bangun.
      "Siapa berani mengganggu tidurku?" tanya si semut merah. "Apa kalian tidak tahu bahwa aku lagi asyik menikmati tidur? Kenapa kalian teriak-teriak seperti itu?"
       "Tapi kami kalau melakukan gotong royong khan selalu dikomando pemimpin kami seperti itu?" kata salah satu semut hitam memberanikan diri menjawab semut merah. "Kebiasaan ini sudah mendarah daging dan tidak bisa dihilangkan begitu saja sebab dengan komando itulah kami tidak merasakan capai dalam bekerja."
       "Diaaammm....pokoknya kalian tidak boleh ramai. Titik !" teriak semut merah. "Tapi, hei....kalian membawa makanan yang lezat ya? Hohohohohoho...kebetulan setelah bangun tidur tadi perutku terasa lapar niiiihhhh....ayooo serahkan makanan itu kepadaku!"
        Mendengar permintaan semut merah, seluruh semut hitam terdiam dan saling pandang satu sama lain. Mereka merasa serba salah sebab sepotong roti itu sudah menjadi hak mereka. Mereka tidak mau memberikannya sebab seharian baru sepotong roti yang mereka temukan. Tetapi kalau rotinya tidak diberikan maka taruhannya mereka akan duel berkelahi dengan si semut merah.
       "Wahh...jangan! Kami sejak pagi baru menemukan sepotong roti ini. Kalau roti ini kamu rampas lalu anak-anak kami mau makan apa?"
       "Hei, aku tidak perduli ! Pokoknya serahkan roti itu ! Atau kalian mau duel dengan aku ya?" kata semut merah sambil merebut sepotong roti yang diangkat beramai-ramai oleh semut hitam.
       Semut-semut hitam terdiam. Tidak ada yang berani melawan tindakan semut merah tersebut. Semut-semut hitam terkadang menyalahkan pemimpinnya yang terlalu lantang mengomandoi mereka dalam mengangkat roti sehingga membuat semut merah terbangun. Tetapi ada juga yang merelakan begitu saja roti itu dibawa semut merah karena beranggapan bahwa roti itu memang bukan rezeki mereka. Ada juga yang marah-marah karena jatah makan mereka direbut semut merah tanpa ada perlawanan dari kelompok mereka. Ada juga yang bersikap masa bodoh dengan ulah semut merah.
        Dan dalam sekejap sepotong roti telah beralih ke tangan semut merah. Ia lalu melahap roti secuil demi secuil dihadapan semut hitam.
      "Hemmmm.....enaakkkk...hemmm...nikmaaatttt," guman semut merah "Hei, kamu jangan melotot sambil mulutmu terbuka melihat aku makan...memangnya kamu ingin roti ini yaaaa? Tapi....nggak la yaouw....roti ini akan aku habiskan sendiri...."
       Dan dalam sekejap saja semut merah berhasil melahap seluruh roti yang direbut dari semut hitam. Semut merah puas. Dan perutnya kini nampak besar dan membuncit. Sehingga ia mulai susah untuk bergerak dan mengangkat tubuhnya. Setiap kali ia berdiri dan hendak berjalan tiba-tiba tubuhnya oleng dan kaki-kakinya tidak kuat menahan perutnya yang membesar dipenuhi sepotong roti. "Aduuhhh...gimana ini? Gimana ini aku tidak bisa berjalan," pikir semut merah. "Aduh...gimana ini? Mana aku sekarang haus sekali...."
      "Hei, semut hitam ambilkan aku minuman....aku haus nih...." teriak semut merah "Ayo cepat ambilkan!"
      Namun tidak ada satupun semut hitam yang memenuhi perintah semut merah. Mereka terlanjur marah dan jengkel dengan ulah semut merah yang dengan seenaknya saja merebut roti dari tangannya. Apalagi kini semut merah sudah tidak berdaya. Ia tidak kuat berjalan dan mengangkat tubuhnya. Mereka hendak memberi pelajaran terhadap semut yang sok mau menangnya sendiri. Sok kuasa. Sok jagoan. Tidak sadar bahwa dalam hidup ini masih memerlukan pertolongan teman-temannya bila ada masalah. Kalau berlaku semena-mena dan sok jagoan juga mau menangnya sendiri maka teman yang lain akan enggan membantu apabila kita mendapat masalah dan perlu bantuan.
       "Enak saja kamu suruh aku mengambil minuman !" bentak semut hitam "Kamu yang makan dan kekenyangan sendiri seharusnya kamu juga yang mengambil mimimanmu sendiri...jangan perintah kami!"
       "Hei...kamu berani melawan aku ya...awas kamu akan aku pukul lho....'" kata semut merah sambil berusaha berdiri dan akan memukul semut hitam. Namun berkali-kali ia mencoba berdiri tapi badannya selalu roboh. "Hausss....haussss....haussss teman-teman.....ambillkan minuman.."
        Namun semut-semut hitam sama sekali tidak ada yang membantunya. Bahkan satu persatu mereka membubarkan diri sambil meninggalkan si semut merah yang terus meronta-ronta memanggil semut hitam untuk membantu mengambilkan minuman karena kehausan setelah melahap sepotong roti hasil rampasannya.
       Semut merah akhirnya menyesali diri karena akibat perbuatannya banyak temannya yang tidak peduli dengan penderitaannya. "Mengapa aku harus merebut hak orang lain ? Mengapa aku harus bersikap sok kuasa terhadap teman-teman? Mengapa aku harus berbuat jahat terhadap teman-teman? Mengapa aku harus bertindak tidak adil kepada mereka?" guman semut merah sambil merangkak dengan susah payah mencari seteguk minuman untuk menghilangkan kehausannya. Akhirnya karena lama tidak mendapatkan setetes airpun maka tubuh semut merah lemas dan mati dengan perut yang membuncit dipenuhi roti hasil rampasan dari semut hitam.



selesai

sumenep, 16 oktober 2012

moral cerita : Sikap sok jagoan, sok kuasa, mau menangnya sendiri, suka merampas hak teman pada akhir
                     nya kita akan dijauhi teman kita. Teman-teman akan muak dengan keberadaan kita. Dan
                     mereka akan enggan menolong kita apabila kita tertimpa masalah.


Saturday, October 13, 2012

SI MONYET YANG SERAKAH

     Pagi itu, sinar mentari belum menampakkan diri. Namun si monyet sudah berjalan mondar mandir di pematang sawah yang bersebelahan dengan kebun pisang. Sesekali si monyet menoleh ke kiri dan sesekali ia menoleh ke kanan. Sepertinya ia khawatir bila ada teman-temannya yang mengetahui keberadaannya. Ketika keadaan dirasakan aman  maka secepat kilat ia berlari dan memanjat  pohon pisang yang tidak jauh dari tempatnya berdiri.
     "Hohohohoho....akhirnya tercapai juga keinginanku menyantap setandan buah pisang," katanya sambil duduk di atas tandan buah pisang. Kemudian Si monyet mencoba menggoyang-goyangkan tandan pisang agar tandan pisang lepas dari pohonnya. Namun berkali-kali ia mencoba ternyata usahanya selalu gagal. Tandan buah pisang itu masih melekat pada tempatnya. Si monyet mulai jengkel.
        "Aduhhh sebel dech...kenapa tandan pisang ini susah dilepaskan? Mengapa  aku tidak membawa pisau? Apakah aku harus memotong menggunakan gigi-gigiku ini? Walah walah..walaaaaah...ogah aaahhh... tidak mungkin lha yauww...kalau gigiku sakit tentu aku tidak  bisa menikmati buah-buah pisang ini lagi....Aduuhhh..bagaimana ini??!"
       Rupanya si monyet kebingungan dengan buah pisangnya. Dia tidak mengira kalau tandan buah pisang memang sulit untuk dipatahkan begitu saja. Untuk memotong tandan pisang harus menggunakan alat pemotong yang sangat tajam. Kini dia jadi serba salah nongkrong di atas pohon pisang. Mau pulang mengambil pisau  ia merasa khawatir apabila buah pisang itu nanti diambil temannya, namun bila ia terus nongkrong di atas pohon pisang ia juga kesulitan memotong tandan buah pisangnya.
      Saat si kera kebingungan memikirkan cara untuk memotong tandan buah pisangnya, di kejauhan nampak seekor tupai berjalan mendekati pohon pisang yang telah dinaiki si monyet.
       "Tralala..trilili...tralala...trilili....," kata si tupai sambil bernyanyi-nyanyi.
Namun, ketika si tupai telah sampai di pohon pisang ia terkejut ketika dilihatnya si monyet telah berada di sana.
        "Hehehehehehe....ngapain kamu di atas pohonku ini, Nyet?" tanya si tupai kemudian "Ayo cepat turun...aku mau memanen buah pisangku ."
        "Apa !? Turun? Enak saja menyuruh aku turun...buah pisang ini di tanganku... jadi sekarang menjadi milikku." jawab si monyet membela diri.
        "Wahhh...tidak bisa , Nyet ! Sejak pohon pisang ini mulai berbunga aku sering menungguinya...jadi buah pisang ini menjadi milikku! Ayo...cepat turun, Nyet !!!" 
        "Hohohoho...bahkan  sejak pohon pisang ini masih kecil aku sudah menungguinya....jadi aku yang terlebih dahulu memiliki pohon pisang ini, kawan"
       Si tupai nampaknya semakin geregetan dengan sikap keras kepala si monyet. Disuruh turun tidak mau.Ada saja alasan si monyet untuk mempertahankan setandan buah pisang yang kini berada di tangannya.  
       "Untuk berdebat terus dengan si monyet nampaknya tidak mungkin," pikir si tupai "Aku harus mencari akal agar si monyet segera turun dari pohon pisangnya."
      "Okey....nggak apa-apa bila kamu tidak mau turun, Nyet! Tapi jangan salahkan aku bila harus merobohkan pohon pisang ini dengan gigi-gigiku yang setajam silet ini. Awassss...., Nyet!!....Satu..du...aaaa....tiiiiiiiggg......"
      "Hei..hei...hei....tunggu dulu, tupai!" teriak si monyet menghentikan kenekatan si tupai mau merobohkan pohon pisang yang dinaikinya. Si monyet takut jatuh bersama buah pisangnya. Karena ia tahu bahwa gigi-gigi  si tupai sangat tajam. Bathok kelapa saja sanggup dipecahkan dengan gigi-giginya, apalagi kalau harus memotong pohon pisang yang lembek ini tentu tidaklah sulit baginya. Oleh karena itu si monyet berusaha mengulur-ulur waktu agar si tupai batal merobohkan pohon pisang yang dinaikinya.
      "Sebentar dong...., tupai! Ayo kita musyawarah dulu agar kita sama-sama bisa memiliki buah pisang ini, bagaimana, teman?!
      Si tupai tidak banyak bicara. Ia terdiam sambil memperhatikan tingkah si monyet. "Akhirnya aku berhasil  menggertaknya," kata si tupai dalam hati."Mana mungkin aku merobohkan pohon pisang ini? Mana mungkin aku merusah buah pisangnya...hehehehe."
       "Nahhhh....gitu dong....lalu apa maumu, Nyet?" kata si tupai kemudian.
       "Begini , kawan. Sejak tadi aku sudah berusaha mematahkan tandan pohon pisang ini, tapi aku tidak sanggup melakukannya karena batangnya keras. Nahhh...bagaimana kalau engkau bantu aku memotong tandan pisang ini, lalu engkau akan mendapat bagian buah pisangnya."
       Betapa senangnya si tupai mendengar tawaran si monyet. Maka tanpa pikir panjang lagi si tupai segera menyetujui  usulan si monyet tanpa memikirkan berapa jatah pisang yang akan dia terima. Si tupai cuma berpikir bahwa temannya itu tidak akan mencuranginya.
      Tap..tap..tap..tap..tappp... secepat kilat si tupai memanjat pohon pisang. Dan dengan beberapa kali gigitan saja tandan buah pisang telah lepas dari pohonnya. Kemudian si kera cepat-cepat membawanya turun dan lari menjauh.
        "Hei..hei..hei...kenapa kamu meninggalkan aku, nyet!" teriak si tupai kepada si monyet yang telah membawa lari setandan buah pisang yang berhasil dipotongkannya. "Hoiiiiiiiiii......berhenti, nyeeetttt! Mana bagianku....kamu jangan bertindak curang yaaa!"
       Namun si kera tidak menghiraukan teriakan si tupai. Dia berlari semakin kencang meninggalkan si tupai.
       "Hoiiii...,nyet! Berhentiiiii..... !!" teriak si tupai sambil mengejar kemanapun si monyet berlari.
       Karena tubuh si tupai kecil, ia tidak mampu mengimbangi langkah si monyet dalam berlari. Namun demi mengambil haknya yaitu jatah buah pisang dari si monyet maka ia tetap mengejarnya walau dengan sisa-sisa nafas yang ada.
       Si monyet yang telah jauh meninggalkan si tupai, kini mulai bisa bernafas lega. "Enak saja mau minta jatah  buah pisang yang segar-segar begini. Nggak bisa yaaaa....aku mau menikmati setandan buah pisang ini sendirian," guman si monyet sambil terus berlari menyusuri pematang sawah.
     Di pertigaan jalan si monyet harus menyeberangi jembatan bambu untuk mencapai rumahnya.
        Betapa senangnya hati si monyet, ternyata si tupai tidak bisa mengejarnya. Oleh karena itu, kini ia bisa berjalan menggotong setandan buah pisang sambil bernyanyi-nyanyi dan menari.
         "Wah...tinggal selangkah lagi aku sampai rumah," pikir si monyet sambil terus bernyanyi-nyanyi.
        Tiba-tiba ketika si monyet telah berada di tengah-tengah jembatan bambu dia berteriak : "Astaga! Siapa lagi yang menyaingi aku membawa setandan buah pisang?" teriak si Monyet. Berkali-kali si monyet melihat ke permukaan air namun si monyet yang membawa setandan buah pisang itu senantiasa mengikutinya. "Waaaah, buah pisang yang dibawanya lebih segar dibandingkan yang aku bawa! Eitss...ini tidak boleh terjadi...tidak boleh ada yang menyamaiku menyantap buah pisang. Awas! Aku harus merebut buah pisang yang dibawanya agar persediaan pisangku semakin banyak." kata si monyet mulai menampakkan sifat serakahnya."Aku harus merebut buah pisang itu dari tangannya." Dan si monyet mulai mengambil ancang-ancang.
        "Oke....satu...dua...tii...gaaa....!!!" si monyet melompat ke bawah. Dan .......byuuuurrrrr....byuuuurr.....byuuuurrrr.......toloooonnggg.....toloooonnggg"teriak si monyet.
        Rupa-rupanya si monyet tidak sadar bahwa hewan yang membawa setandan pisang yang ada di bawah jembatan tadi adalah bayangannya sendiri yang terpantul di permukaan air. Tubuh si monyet akhirnya basah kuyup dan setandan buah pisang yang telah dibawanya telah lenyap tenggelam ke dalam air dan terbawa aliran air sungai yang deras.Si monyet berusaha mengejar buah pisangnya, namun aliran air telah membawa setandan pisangnya menjauh. Dan si monyet  menyesal akibat sifat serakahnya akhirnya rejeki yang telah didapat hilang semua dari genggamannya. 



SELESAI....


Sumenep, 13 Oktober 2012


moral cerita : Keserakahan, tidak bisa bersyukur dengan apa yang telah didapat dan ketidakadilan diri bisa
                     melenyapkan segala sesuatu yang telah kita miliki.      

Wednesday, October 10, 2012

AKIBAT KESOMBONGAN SI KAMBING



     Si Congek adalah julukan untuk anak kambing yang nakal. Sok jagoan. Mau menangnya sendiri. . Semua perintahnya bagaikan hukum yang harus dituruti seluruh teman-temannya. Dia suka main paksa dan main perintah. Dia enggan menerima nasehat. Siapa saja berani menasehatinya maka akan dijadikan musuhnya. Bila dia melakukan kesalahan maka tidak boleh ada seorangpun yang boleh menyalahkannya. 
    Semua teman-teman benci terhadap sifat si Congek. Namun selama ini tidak ada seorangpun yang punya nyali untuk melawannya. Meskipun begitu, diam-diam semua teman si congek berniat akan melakukan perlawanan bila waktunya tepat. Hanya satu niat mereka yaitu ingin menyadarkan si congek dari sifat takabur, sombong dan semena-mena terhadap teman.
      Nah, malam itu sang bulan menampakkan diri. Sinarnya sungguh menakjubkan. Terang benderang namun tidak membuat udara terasa panas. Angin bertiup semilir, sehingga udara malam itu terasa sejuk. Seluruh hewan bersorak-sorai bermain di bawah sinar bulan. Ada yang bermain petak umpet. Ada yang bermain kereta-api-kereta-apian. Ada yang berlomba lari. Ada yang bermain tebak-tebakan.Ada yang cuma  memandangi keindahan sinar rembulan. Tidak ada satupun yang melewatkan malam itu tanpa keceriaan.
      "Hoiiiii, berhenti!" teriak si Congek dari kejauhan. "Memangnya siapa yang menyuruh kalian teriak-teriak di malam hari begini?Siapaa...???"
       Dan seketika itu juga, semua menghentikan aktivitasnya. Keceriaan mereka menikmati indahnya sinar rembulan berhenti. Tidak ada yang berani melanjutkan bermainnya. Mereka ketakutan mendengar bentakan si congek.Ada yang cuma bisa menggerutu karena kegembirannya terhenti akibat kedatangan si congek. Ada yang tubuhnya bergetar takut bila si congek semakin kalap.
      "Siapa yang memerintahkan kamu teriak-teriak, heh?" tanya si congek
      "Ngg..ngg...ka..mii...ti..dak...."
      "Hei...kamu kalau ngomong yang jelas !!"
      "Maksud...ka..mii...tidak..a..da.."
      "Tidak ada apanya....kamu ini bicara apa?! Yang jelas dooong kalau ngomong!"
      Dan tiba-tiba si kelinci memberanikan diri menjawab pertanyaan si congek.
      "Begini, kawan," kata si kelinci mengawali ucapannya. "Terus terang, tidak ada satupun yang menyuruh kami bergembira malam ini. Kami spontan saja melakukannya. Kami tidak ingin melewatkan malam yang indah penuh sinar bulan ini begitu saja. Kami ingin bergembira. Bahkan si Rembulan juga nampak tertawa melihat kegembiraan kita."
      "Apa?! Si rembulan  berani tertawa bersama kalian? Berani benar dia dengan aku! Apa dia tidak kenal siapa aku?" kata si congek di hadapan teman-temannya. Nampaknya si congek tidak mengerti siapa rembulan itu sebenarnya. Dikiranya si Rembulan adalah teman baru mereka.
      "Hoii...ayo tunjukkan dimana si Rembulan itu berada?! Berani sekali dia? Apa dia mau menantang aku ya?"
      Teman-teman si congek saling pandang satu sama lain. Mereka keheranan karena si Congek ternyata kurang wawasan. Kurang pengetahuan. Dia terlalu meremehkan teman sehingga tidak mengerti  siapa sebenarnya si Rembulan  dan dimana letaknya. "Wah, kesempatan emas untuk memberi pelajaran si congek, nih," pikir si kelinci.
      "Hohohoho...ternyata engkau belum tahu dimana  si rembulan bersembunyi ya, kambing?" kata si kelinci mengolok-olok si kambing congek.
      "Awas....ayo tunjukkan, kelinci! Kalau sampai engkau menyembunyikan dia maka aku tidak segan-segan akan melukaimu dengan kedua tandukku ini!" ancam si congek.
      "Sabar, teman," kata si kelinci. "Aku akan menunjukkan dimana si rembulan bersembunyi. Coba lihatlah dibalik bukit itu. Si rembulan lagi menampakkan satu matanya yang cemerlang. Tuh, dia lagi memandang kita dari kejauhan. Dia bersembunyi di balik bukit itu, kambing."
       Si congek menoleh ke arah bukit. Dia melihat sebuah lingkaran mirip bola mata yang sinarnya cemerlang. Sedari tadi si congek memperhatikan ke arah bukit, ternyata mata si rembulan tidak berkedip-kedip juga.
       "Hei,  Rembulan! Kenapa matamu terus menatap aku?! Kamu menantang aku, ya?!" bentak si congek kepada si rembulan yang terus bersinar cemerlang itu.
       Mendengar pembicaraan si tupai dan si congek membuat seluruh teman-teman si congek tertawa dalam hati. "Ternyata kesombongan dan kecongkakan si congek tidak diimbangi dengan kepandaiannya. TONG KOSONG NYARING BUNYINYA," pikir teman-temannya. Kini mereka menyaksikan si kelinci ingin memberi pelajaran agar si congek yang sombong segera berubah sikap. Agar si congek lebih menghargai pendapat teman-temannya. Agar si congek sadar bahwa hidup itu harus bisa tolong menolong sesama teman. Hidup itu tidak bisa sendirian.
      "Hei, rembulan...kamu masih berani melototi aku, ya? Awas kukejar engkau...kalau berhasil kutangkap maka aku tidak segan-segan menandukmu," bentak si congek sambil berlari mengejar si rembulan yang bersembunyi di balik bukit.
       Seluruh teman-teman si congek mengikuti langkahnya dari kejauhan. Mereka tidak berani mendekat sebab mereka mengerti bahwa si rembulan mustahil bisa dikejar si congek sampai kapanpun. Tetapi akibat ketidaktahuan si congek, akibat kedunguannya, akibat mau menangnnya sendiri maka ia terus mengejar kemanapun si rembulan berada.
      Ketika sampai di jalan setapak di sisi bukit, si congek masih terus berusaha mengejar rembulan. Walaupun jalan setapak relatif sempit namun tidak mengecilkan nyali si congek untuk terus melanjutkan keinginannya. Mengejar Rembulan.
      "Haiiiii, hati-hati, Kambing...hati-hati masuk jurang," teriak si kelinci ketika melihat bahwa kaki si congek akan tergelincir ke jurang.
      "Awassss...hati-hati berjalan!"
       Si congek terkejut mendengar teriakan si kelinci. Ia sadar ternyata semua ini adalah jebakan kepada dirinya. Apalagi ketika dia melihat si rembulan masih berada jauh dari balik bukit yang ditujunya, sedangkan jalan setapak yang dilaluinya sudah buntu. Tidak ada jalan lain. Sebenarnya si congek mau melangkah mundur namun ia gengsi ketika melihat teman temannya telah menghadang langkahnya di belakang. Oleh karena itu, dia cuma bisa berdiri saja di ujung jalan setapak.
      "Hai, kambing....hati-hati!....ayo kita segera turun dari bukit ini...percuma engkau mengejar si Rembulan sebab tempatnya cukup jauh...kenapa engkau keras kepala begitu? Kenapa engkau bersikap sombong begitu? Kenapa engkau bersikap sok jagoan begitu?" kata si kelinci. "Akibat sok jagoanmu itu akhirnya engkau ketemu batunya. Ternyata engkau lebih mengandalkan kekuatanmu daripada kepandaianmu? Engkau mengandalkan okolmu daripada kepandaianmu? Akhirnya kebodohanmu menjebak dirimu sendiri."
      Si Congek tidak bisa menyembunyikan rasa malunya. Ternyata dirinya telah dijebak si kelinci. Ia sadar bahwa akibat kebodohannya dia mudah  di jerumuskan teman-temannya. Akibat kebodohannya ia mudah diakali teman. Ternyata mengandalkan kekuatan otot tidak menjadi jaminan dia bisa menguasai teman-temannya. Ternyata memiliki ilmu pengetahuan itu menjadikan kita tidak mudah dijerumuskan teman. Dan siapa yang berilmu akan lebih berharga daripada mengandalkan kekuatan otot. Siapa yang berilmu tidak akan pernah bersikap takabur dan sombong kepada siapapun.


selesai...

sumenep, 10 oktober 2012


Moral ceritaHidup itu janganlah mengandalkan kekuatan diri. Dampaknya bisa menimbulkan sikap
                       takabur, sombong, sok jagoan dan tidak bisa menerima pendapat teman. Alangkah indahnya
                       apabila hidup penuh kedamaian, saling menghormati sesama, saling menghargai pendapat
                       sesama apalagi diimbangi dengan kepandaian yang memadai.Bersikaplah seperti ilmu padi :
                       Semakin berisi akan semakin merunduk.
       



Monday, October 8, 2012

KUPERSEMBAHKAN PIALA UNTUK IBUNDA

 
        Hari Minggu siang itu, terjadi kegaduhan di rumah Bu Aisyah. Si Fikri, anak keduanya yang masih duduk di bangku TK nol kecil tidak ada di rumah. Dimas, kakak Fikri merasa serba salah sebab dia yang telah diberi amanah ibu untuk menjaga adiknya ternyata tidak sengaja ketiduran. Ia telah teledor. Akibatnya. kemana adiknya pergi dia sama sekali tidak mengetahuinya.  Para tetangga yang merasa iba kepada Ibu Aisyah secara spontan ikut membantu mencari keberadaan si Fikri. Setiap rumah warga dicari. Rumah teman-teman Fikri telah didatangi. Toko-toko dan warung telah didatangi. Dan nyaris seluruh gang-gang desa  disusuri namun tidak ada tanda-tanda tentang keberadaan si Fikri.
      "Aduuhh ! Kemana sih perginya anak itu? Sudah siang begini juga belum pulang juga." kata Bu Aisyah.
      "Kamu sih, Dimas...diberi amanah menjaga adikmu ..tapi ditinggal tidur...kalau sudah tidak ada begini mau lepas tanggung jawab !"
       Dimas hanya bisa pasrah dimarahi ibunya akibat keteledorannya dalam menjaga adiknya.
      "Suami ibu apa sudah diberi tahu akan hal ini, Bu Aisyah?" tanya para tetanggga.
      "Iya...barangkali si Fikri ikut ayahnya," sela Pak RT
      "Maaf, ibu-ibu. Ayahnya Fikri sudah saya telepon dan dia sekarang tidak bersama Fikri. Dan sekarang juga  beliau juga minta tolong teman-temannya untuk ikut mencari dimana keberadaan si FIkri."
      "Ooooo...begitu ya? Tapi mudah-mudahan si Fikri tidak sampai diculik orang  ya, Bu."
      "Hush ! Jangan berpikiran dan mendoakan seperti itu. Kasihan khan bu Aisyah bisa tambah bingung bila mendengar ucapanmu tadi."
      "Tapi benar khan, akhir-akhir ini banyak anak kecil yang diculik orang untuk diperdagangkan dan dijual ke luar negeri?"
       "Iya, Bu....tapi saya harap dalam situasi seperti ini kita jangan menambah masalah kepada Bu Aisyah. Kita sebaiknya berdoa saja agar si Fikri segera ditemukan."
      "Sebaiknya Bu Aisyah tenang saja ya di rumah. Kami warga kampung akan segera mencarinya sampai anak itu kembali."
      "Terima kasih, Pak RT...terima kasih Pak RW...dan terima kasih semua warga." 
       "Sudahlah Bu Aisyah...sudah menjadi kewajiban warga untuk gotong royong membantu warga yang sedang mendapat musibah."
       "Terima kasih, Pak. Memang tidak biasanya anak itu main-main sampai menjelang dhuhur begini. Dan kalau main biasanya tidak terlalu jauh."

                                                              ****

        Bersamaan dengan azan dhuhur tiba, ada seorang warga yang berteriak-teriak telah melihat kedatangan Fikri. Dan begitu mendengar kabar gembira tersebut, spontan seluruh warga termasuk Bu Aisyah dan Dimas cepat-cepat pergi keluar rumah untuk menemui Fikri.
        Di kejauhan, seorang warga sedang menggendong seorang anak kecil berumur 5 tahunan. Dan di sampingnya ada seorang warga lain sedang berjalan membawa serta sebuah piala besar.
       "Benar, itu anakku. si Fikri," teriak Bu Aisyah. "Fikriiiiiii.......anakku!"
        Betapa senangnya Bu Aisyah dan Dimas serta seluruh warga ketika melihat bahwa Fikri sudah diketemukan. Dan Bu Aisyah segera meraih si Fikri dari gendongan warga yang membawanya pulang.
        "Aduh..anakku, dari mana saja sih sejak pagi tadi sampai siang baru kembali? Ibu, Dimas dan seluruh warga semua resah mencarimu sejak tadi."
        "Maaf, Bu Aisyah," kata seseorang yang menggendong kepulangan Fikri. "Maaf, apabila ketiadaan Fikri sejak tadi pagi meresahkan warga. Sebenarnya si Fikri sejak tadi ikut lomba kreatifitas seni di Sekolah Dasar kampung sini. Saya sejak tadi ikut memperhatikan aktifitas Fikri dalam mengikuti lomba. Dan ternyata kreatifitas si Fikri ini luar biasa dan sanggup mengalahkan lawan-lawannya setingkat Sekolah Dasar, Lho. Dan piala besar yang dibawanya itu adalah hasil perjuangannya setelah meraih nilai tertinggi dan berhak mendapat Juara pertama"
        Betapa terkejutnya Bu Aisyah, Dimas, Pak RT, Pak RW dan seluruh warga mendengarnya. Fikri Sang Juara Kreatifitas Seni. Fikri sang Seniman Cilik. Fikri yang membuat resah warga ternyata diam-diam mengikuti lomba dan memenangkan lomba sehingga menjadi juara pertama. "Luar biasa....luar biasa...", kata para tetangganya.
        "Wuaaahhhh....selamat ya, Bu Aisyah. Ternyata anak ibu memiliki bakat seni yang luar biasa.  Ternyata di kampung kita telah lahir seniman cilik yang patut diandalkan ....Selamat ya Bu," kata para warga memberi ucapan selamat kepada Ibu Aisyah sambil minta ijin pulang ke rumah masing-masing.
        "Terima kasih....terima kasih."
         "Fikri....ibu bangga punya anak seperti kamu. Ibu bangga memiliki anak yang memiliki bakat terpendam yang luar biasa. Ibu bangga kamu bisa meraih prestasi dan mempersembahkan piala juara. Tetapi yang tetap ibu tidak setuju apabila Fikri pergi bermain atau ikut lomba namun tidak minta ijin dulu kepada ibu atau kakakmu. Ibu minta lain kali kemana saja Fikri beraktifitas harus tetap minta ijin dulu, mengerti anakku?"
          Fikri cuma bisa diam saja sambil memandangi piala yang ia terima.
         "Ibu....maafkan Fikri ya....sebenarnya Fikri ingin membuat kejutan di hari Ulang Tahun ibu. Fikri ingin mempersembahkan Piala ini untuk ibu....selamat ulang tahun ya, ibuku sayang."
         Ibu Aisyah seketika terdiam. Ternyata Fikri yang masih kecil ingat betul akan hari ulang tahunnya. Dan kini.....
         "Ooohhh Fikri....terima kasih ya, Nak...Terima kasih ya...hadiah istimewanya...," kata Bu Aisyah sambil terus memeluk si Fikri erat-erat dan berkali-kali memberikan kecupan sayang kepadanya. Sementara si Dimas ikut larut dalam kegembiraan akan kembalinya Fikri ke rumah lagi.    

    


selesai....

sumenep, 8 oktober 2012
   

Sunday, October 7, 2012

PAK BADAK INGIN JADI GURU BALET



       Siang hari di musim kemarau  udara sangat panas. Tahun ini musim kemarau memang terasa sangat panjang. Banyak pohon-pohon di hutan yang mulai mengering. Sungai-sungai  tidak mengalirkan air lagi, sehingga air danau di sekitar hutan juga semakin menipis. Air adalah kebutuhan pokok bagi kelangsungan hidup makhluk hidup di dunia ini. Tanpa air maka kelangsungan hidup akan berhenti. Begitu juga bagi hewan dan makhluk hidup di sekitar hutan ini
       Akibat kemarau panjang ini, banyak hewan dan tumbuhan yang mati kekurangan air.Hutan-hutan juga banyak yang sudah ludes terbakar dilahap si jago merah. Sehingga kondisi ini membuat resah bagi hewan-hewan yang masih bisa bertahan hidup walau dengan kondisi yang mengenaskan. Mereka berjuang mengatasi rasa lapar karena banyak bahan makanan dari tumbuh-tumbuhan  yang mati karena kekeringan. Selain itu, mereka juga berjuang bertahan mengatasi rasa haus karena banyak aliran air sungai ataupun air danau yang kering.
       "Hu..hu..hu...huuuu, bagaimana ini? Aku sudah tidak sanggup bertahan hidup kalau setiap hari harus menahan rasa lapar dan haus....huu..huuu..huuuuuuuu," demikian rintih Pak Badak kepada teman-temannya yang kebetulan juga ikut berjalan mondar-mandir  di tepi hutan untuk mencari makanan dan minuman.
       "Iya, Pak Badak...kami juga merasakan penderitaan ini...perut tiap hari keroncongan dan tenggorokan rasanya panas mengering karena kurang minum," sela hewan-hewan yang lain membenarkan rintihan Pak Badak. "Inilah akibat ulah para manusia itu ya, Pak Badak?"
       "Maksudmu?"
       "Iya, Pak Badak. Manusia seenaknya sendiri saja menebang hutan. Pohon-pohon besar dibabat habis dengan alasan mau meningkatkan taraf ekonomi negara. Mau meningkatkan pendapatan negara. Mau terkenal bahwa merekalah satu-satunya negara yang memiliki kekayaan hutan tiada duanya di dunia ini. Namun dibalik nama besar itu mereka tak menyadari akan akibatnya bagi perubahan iklim negeri ini."
       "Hush, kamu kok menyalahkan manusia? Bukankah mereka telah menanami pohon lagi sebagai ganti pohon yang ditebang itu?"
       "Haaalah, Pak Badak. Berapa usia pohon yang ditanam itu dibandingkan dengan usia pohon yang telah mereka tebang?  Belum lagi kalau pohon yang ditanam itu tidak dirawat ! Uhhh....gawat! Bisa mampus semua hewan-hewan di hutan ini. Karena akar pohon yang menahan air telah musnah dan hutan menjadi gundul. Bila musim penghujan tiba maka air tidak ada yang menahannya maka terjadi banjir bandanglah"
       "Wah, benar juga katamu, Kancil!" jawab Pak Badak.
       "Itulah, Pak. Manusia sekarang memang tidak memikirkan akibat jangka panjangnya...."
       "Iya, Cil....ya sudahlah," kata Pak Badak. "Itulah makanya, Cil. Bapak sudah punya keinginan untuk bisa keluar dari permasalahan kita ini. Bapak ingin segera bisa mendapatkan makanan dan minuman dengan cara yang lain. Bapak tidak ingin lagi bergantung pada makanan di hutan lagi..."
       "Wuahhhhh....bagus sekali cita-cita itu, Pak Badak," kata Kancil.
       "Nanti, setelah Bapak berhasil maka kalian semua juga tidak akan susah-susah mencari makanan dan minuman lagi. Semua akan Bapak sediakan gratis...tiiiss...tiisss...tiiiissss."
       "Horreeeee.....horeee....horeeee...." teriak hewan-hewan lain yang senasib menahan lapar dan haus. Seolah-olah keinginan Pak Badak menjadi sebuah titik terang akan kelangsungan hidup mereka di kemudian hari. Mereka akan mendapatkan makanan dan miniman gratis dari Pak Badak. "Uenak tenannn...kalau semua menjadi kenyataan", gumam mereka.
       "Tapi, Pak Badak. Kira-kira apa yang akan Bapak lakukan untuk mewujudkan semua cita-cita ini?" tanya di Kancil keheranan.
       "Bapak ingin menjadiguruBalet."
       Mendengar penuturan Pak Badak, hampir semua hewan yang mendengarkannya seketika itu juga tidak bisa menahan tawa.                                                                                                     "Wuua...haaahahahahahahahahahahahahahhahahahahhahahahahahh.....wuaahuahahahahhahhahaha.....huahahahhhaha" Mereka tertawa terpingkal-pingkal.Ada yang tertawa sambil berjumpalitan. Ada yang tertawa sambil memegangi perutnya. Seketika itu juga rasa lapar dan haus mereka hilang berganti dengan canda tawa..
       "Pak Badak ingin menjadi guru balet? huhahahahhhaha...huahahaha....huuuuuuhahahaaaa"
       "Lhooo...memangnya ada yang salah dengan keinginan saya?"
       "Dengan tubuh sebesar itu Bapak mau jadi guru Balet? huuuahahahaha....Bapak Lucu"
       "Apanya yang lucu, Kancil?"
       "Pak....Seorang penari balet itu biasanya tubuhnya langsing, kecil, mungil dan yang penting bisa berdiri di atas ujung jari kakinya....lalu...kalau tubuh Pak Badak kan besar seperti itu...lalu...bagaimana bisa mengajar balet?"
       "Heiiii...kalian jangan meremehkan Bapak, ya!" kata Pak Badak. "Cita-cita bapak mulia...seharusnya kalian semua mendukungnya...bukan malah meremehkannya."
       "Kami tidak meremehkan, Bapak...tapiiii....kalau memiliki cita-cita itu harus yang realistis dan sesuai kondisi kita..."
       "Sudah...sudah...sudah....saya tidak akan dengar ucapan kalian," kata Pak Badak lalu pergi pulang.
       Melihat kepergian Pak Badak sambil menahan kekecewaan membuat seluruh hewan merasa menyesal. Tidak seharusnya mereka mengolok-olok keinginan Pak Badak tersebut. Seharusnya mereka cuma bisa melihat sejauh mana Pak Badak bisa membuktikan kata-katanya. Meskipun cita-cita menjadi guru balet sangat mustahil dilakukan oleh Pak Badak yang bertubuh besar tidak sepantasnya mereka mengolok-olok di hadapan umum. Setelah Pak Badak tidak kelihatan lagi, lalu hewan-hewan itu membubarkan diri.

                                                                       ***

      Gedebuk...gedebuk...gedebuk....gedebuk....gedebuk......demikian terdengar suara seperti ada benda besar yang jatuh di tengah hutan. Rupanya suara benda jatuh itu berasal dari halaman rumah Pak Badak. Dan rupanya Pak Badak sedang berlatih menjadi guru balet dengan berdiri di atas tubuhnya yang bertumpu pada ujung jarinya. Berkali-kali dan bahkan berhari-hari latihan itu dia lakukan tapi tidak berhasil juga. Ketika dia mulai bisa mengangkat tubuh dengan satu kakinya tiba-tiba tidak berapa lama tubuhnya terpental jatuh ke tanah.Tetapi Pak Badak tidak putus asa. Latihan itu dilakukan terus sejak pagi hingga malam. "Bila aku sampai gagal maka aku malu kepada teman-temanku," kata Pak Badak dalam hati.
Dia mencoba lagi berdiri di atas satu kaki. Gedebuuukkk...tubuhnya jatuh. Dia mengulanginya lagi...Gedebuukkk...tubuhnya jatuh lagi......demikian seterusnya dia selalu mengalami kegagalan.
      "Huuu....huuu...huuuu sialan...kenapa latihanku selalu gagal? Uuuuuhhh...kenapa tubuhku harus sebesar ini? Kenapa tubuhku harus gemuk begini? Andai saja...tubuhku langsing dan kurus...tentu tidak seperti ini kejadiannya..",kata Pak Badak mulai merasa putus asa dan menyesali kondisi tubuh yang dia miliki.
      Ternyata setiap kali Pak Badak latihan balet rupanya si Kancil senantiasa memperhatikannya dari jauh. Si kancil ingin mengetahui seberapa jauh Pak Badak bisa mewujudkan keinginannya menjadi guru balet. Namun, ketika melihat bahwa Pak Badak selalu gagal berlatih membuatnya merasa kasihan. Sebenarnya si Kancil mau menolongnya namun dia segan dan tidak mau mengganggu Pak Badak dalam berlatih. Tetapi begitu Pak Badak sudah mulai putus ada dan menyesali hidupnya maka secepatnya dia menemui Pak Badak.
       "Kenapa harus begini jadinya, Pak Badak?" kata si Kancil "Mengapa Pak Badak harus menyesali diri dengan segala kondisi tubuh yang ada? Kenapa harus menyalahkan pemberian Allah SWT bila  kita gagal mewujudkan cita-cita?"
       "O, kamu, Kancil?" jawab Pak Badak keheranan melihat kedatangan si Kancil di rumahnya. Karena Pak Badak merasa selama ini hanya sendirian berlatih di tengah hutan.
       "Bapak tidak seharusnya menyesali semua pemberian Allah swt. Tidak sepantasnya kondisi tubuh pemberian Allah swt kita jadikan alasan penyebab kegagalan meraih cita-cita. Seharusnya kita bersyukur dengan semua pemberian-Nya dan berusaha menggunakan semua potensi yang ada sesuai dengan porsi dan hukum alam. Seperti pemberian tubuh yang besar seperti Bapak...yaa...tidak sepantasnya apabila harus memaksakan diri menjadi penari balet. Ikan yang hidup di air tidak sepantasnya bercita-cita menjadi penerbang pesawat angkasa luar. Sang Rajawali yang perkasa tidak sepantasnya bercita-cita menyelami tujuh dasar samudra di dunia. Semua cita-cita kita harus realistis dan sesuai hukum alam yang ada."
        Mendengar penuturan si Kancil membuat Pak Badak sadar bahwa selama ini dia telah salah dalam melangkah mewujudkan keinginannya.Dia sadar bahwa dirinya kurang mensyukuri terhadap segala pemberian Allah swt yang ada pada kondisi tubuhnya. "Ternyata cita-citanya tidak sejalan dengan hukum alam", pikir Pak Badak. Bercita-cita tetapi sesuai dengan sunatullah.
        "lAlhamdulillah, kamu memang sahabat terbaikku, Kancil" kata Pak Badak. "Aku memang telah salah langkah. Tolong sampaikan permohonan maafku pada seluruh teman-teman karena aku khilaf mengeluarkan kata-kata hina kepada mereka. Aku khilaf dengan segala tindakanku tempo hari."
        "Sama-sama Pak Badak...Kami senang Bapak menyadari kekhilafan yang dilakukan selama ini. Sudahlah...kita lupakan saja kejadian tempo hari, Pak. Sekarang, marilah  kita berkumpul lagi dengan teman-teman. Mari kita bergembira lagi. Okeee?!"
        "Oke...., Cil!! Let's go join with them again!"
        Kemudian Si Kancil dan Pak Badak beserta anaknya berjalan beriringan menuju tempat berkumpulnya hewan-hewan hutan yang sedang menantikan turunnya air hujan.



selesai...


Sumenep,7 Oktober 2012


moral cerita : Bersyukurlah terhadap setiap pemberian Allah swt dan gunakan potensi yang ada untuk      
                     melakukan hal terbaik mewujudkan cita-cita kita. Jangan berusaha untuk menjadi orang
                     lain. Tapi jadilah diri sendiri dengan segala potensimu.