Saturday, May 3, 2014

KISAH SI KERA DAN SI KUCING (oleh : aguskarianto)



         


         
edit : aguskarianto
Hutan terbakar. Asap menyebar kemana-mana. Siapapun yang kena asap maka matanya terasa pedih dan saluran pernafasannya sakit sulit bernafas. Dampak kebakaran hutan juga dirasakan oleh si Kera. Kedua matanya terasa pedih dan pandangannya kabur. Akibatnya, dia sulit membedakan benda-benda yang ada di sekitarnya.     
          Selain itu, dia sedih karena anaknya lepas dari gendongan. Dia kesulitan membedakan anaknya dengan hewan-hewan lainnya. Setiap ada hewan yang lewat dihadapannya selalu ditangkap karena menyangka itu anaknya. Namun,  ketika mendengar suara hewan yang ditangkap berbeda dengan suara anaknya maka segera melepaskannya lagi.
        Sepanjang hari, si kera tanpa rasa lelah mencari anaknya. Sambil menangis dan merayap-rayap ke tengah hutan dibawah asap yang semakin tebal ia terus mencari keberadaan anaknya. 
                                                                 ***   
          Kebetulan tidak jauh dari tempat tersebut ada seekor kucing. Si kucing juga merasakan matanya pedih kena asap. Ketika ia merayap-rayap mencari jalan untuk menjauhi hutan, tiba-tiba tubuhnya ditangkap  si Kera. 
         Si kucing terkejut. Tiba-tiba tubuhnya dirangkul dan dipeluk erat-erat oleh si Kera. Lalu si Kera yakin kalau yang ada di gendongannya adalah anaknya yang hilang.
         Tentu saja si kucing ketakutan. Dia tidak mau berteriak dan mengeluarkan suara. Dia takut jika ketahuan bahwa dirinya kucing maka si Kera akan marah dan akan melukai dirinya. 
         Akhirnya, dia diam saja digendong si kera. Ia tidak mengeluarkan suara sama sekali. Semua perlakuan si kera dituruti saja tanpa berani melawannya. Apalagi si kera senantiasa memeluk dan menggendong si kucing kemana saja dengan penuhkelembutan.
        “Astaghfirullahaladziem ...aku ingat kamu belum makan, ya anakku?” kata si Kera sambil mengambil setandan pisang. 
          Lalu, satu per satu pisang dibuka dan dimasukkan ke mulut si kucing. 
          Si kucing terkejut. "Pisang bukan makananku," pikir kucing. Ia enggan disuruh makan pisang. Ia berniat berlari dari rangkulan si kera namun tidak bisa, karena rangkulan si kera terasa kuat ke tubuhnya. 
        Akhirnya, si kucing mencoba diam dan bersabar. Mula-mula ia mau saja diberi sepotong pisang. Namun, setiap potongan pisang yang telah masuk ke dalam mulutnya segera dimuntahkan. Hal ini dilakukannya berkali-kali sampai  pisang yang ketiga  
        Namun, lama-lama kesabarannya habis. Ketika si kera akan menyuapi dengan pisang yang keempat maka ia nekad dan spontan berteriak  :  “Meooong....Meooong...Meooongg” 
          Betapa kaget si kera. Ternyata hewan yang digendongnya  bukan anaknya melainkan hanyalah seekor kucing. Karena terkejut ia melemparkan dan membanting si kucing ke atas tanah agar pergi sejauh-jauhnya. 
          "Aduuuuhhh...Meooooonngg..meoonggg.... meonnggg....sakiittt'" teriak si kucing sambil lari menjauh.
         “Huuhuhuhuhuhuhu...ternyata anakku benar-benar hilang,” kata si kera sambil menangis sesenggukan.
          Si kucing merasa iba mendengar kesedihan si kera. Sambil berlari menjauh dia berjanji akan membantu mencari anak si kera yang hilang.
         “Terima kasih kawan. Semoga kebaikanmu dibalas yang setimpal oleh Allah swt,” kata si kera.




Selesai



Sumenep, 3 Mei 2014

     

KURA-KURA HENDAK JADI KUPU-KUPU (oleh : aguskarianto)


ilistrasi : aguskarianto

          Malam itu, kura-kura sedang bersedih. Dia kalah berdebat dengan anak si burung pipit. Sejak pagi hari ia mengajari anak si burung pipit belajar terbang. Si kura-kura senantiasa membacakan buku cara praktis agar si burung pipit bisa terbang. Namun, setiap kali si burung pipit mempraktekkan selalu gagal. Setiap kali anak si burung gagal terbang membuat si kura-kura marah-marah. Akhirnya, lama kelamaan si burung pipit jengkel dan mencoba melakukan terbang sesuai dengan kemampuannya sendiri. Dan akhirnya berhasil.
        Melihat si anak burung pipit bisa terbang membuat Si kura-kura berteriak kegirangan. Dia mengira si burung pipit bisa terbang karena menjalankan perintahnya.
       “Horeee...hore...bagus..bagus..” teriaknya. “Akhirnya dengan  petunjukku kamu bisa terbang, kawan.”
        Si burung pipit tersenyum. “Apa? Dengan petunjukmu?” kata anak si burung pipit. “Ternyata semua teorimu tidak masuk akal. Teori itu membuat aku senantiasa gagal terbang. Ternyata teori tidak sama dengan prakteknya, kawan.”
        “Tapi...kenyataannya kamu bisa terbang khan?” kata kura-kura.
        “Benar, tetapi aku menggunakan kemampuanku sendiri dan tidak menggunakan teorimu,” bantah anak si burung pipit. “Dadaaaa...selamat tinggal, kawan...kalau kamu ngotot dengan kebenaran teori itu silahkan praktekkan untuk dirimu sendiri dulu baru mengajari temanmu yang lain.” Kata anak si burung pipit sambil terbang jauh meninggalkan kura-kura sendirian.
        Si kura-kura terdiam. Lama dia merenungkan kata-kata anak si burung pipit. “Baik, aku akan mempraktekkan teori ini dahulu baru aku akan menjadi guru terbang yang terkenal,” kata si kura-kura malam itu. “Tapi bagaimana bisa melakukannya? Aku khan tidak mempunyai sayap? Lalu bagaimana aku bisa mendapatkan sayap?”
         Tiba-tiba di balik pohon tempat dia bersandar ada beberapa buah kepompong yang senantiasa bergerak-gerak. Sikura-kura terus memperhatikannya. Dan tidak lama kemudian dari masing-masing kepompong keluarlah si kupu-kupu sambil mengepak-kepakkan sayapnya. Lalu, mereka satu persatu terbang menjauh.
       “Wow, akhirnya aku dapat ide. Aku mau mencoba mendapatkan sayap juga ah. Kalau aku bisa masuk ke dalam kepompong ini aku akan bisa terbang juga. Tidak seperti diriku yang seperti sekarang.” pikir si kura-kura. Lalu ia berjalan menghampiri kepompong yang telah ditinggalkan kupu-kupu. Tidak lama kemudian, ia menutupi kepalanya dengan rumah kepompong. Selanjutnya ia duduk di bawah pohon sambil menunggu datangnya sayap seperti yang dimiliki si kupu-kupu.
        Berhari-hari si kura-kura menunggu datangnya sayap namun tidak kunjung datang juga. Bahkan dia rela menahan lapar dan haus demi mendapatkan sayap seperti kupu-kupu. Semakin hari tubuhnya lemah dan lemas. Lalu pingsan.
        Di kejauhan, beberapa hewan tertawa terbahak-bahak melihat ulah si kura-kura.
        “Untuk apa kamu menyiksa diri seperti itu, kawan?” tanya si Kancil.
       “Diam, kamu Cil jangan mengganggu aku bertapa!” bentak si kura-kura.
       “Bertapa?! Untuk mendapatkan sepasang sayap seperti kupu-kupu?” jawab si Kancil. Betapa terkejut si kura-kura ternyata si kancil mengetahui maksudnya. “ Sungguh sia-sia kamu melakukan itu. Sampai kiamat pun kamu tidak akan mendapatkannya”
       “Jangan menggurui aku, cil...aku sudah menyaksikannya kalau kita bisa masuk rumah kepompong ini maka  kita akan diberi sepasang sayap  seperti kupu-kupu.”
       “Sungguh bodoh kamu, kura-kura! Banyaklah membaca buku agar kamu tidak semakin bodoh! Dengan banyak membaca buku maka wawasanmu akan semakin luas dan kamu tidak mudah dibodohi teman-temanmu” kata si kancil. “Si kupu-kupu bisa mempunyai sayap memang sunatullahnya seperti itu. Nah, hewan lain tidak bisa melakukannya.”
       “Tapi aku ingin membuktikan teori terbang yang ada di dalam buku ini. Aku malu kalau dikatakan aku cuma bisa berteori saja tanpa bisa mempraktekkannya. Nah, untuk bisa mempraktekannya khan aku harus memiliki sayap.”
        “Hahahahaha...bisa saja kamu dibodohi anak si burung pipit.” Kata si kancil. “Memang sebaiknya begitu...tapi setiap hewan memiliki kemampuan yang berbeda. Setiap hewan memiliki cara hidup yang berbeda. Dan semua memiliki kelebihan sendiri-sendiri. Nah, itulah fungsinya kalau kamu banyak wawasan dengan banyak membaca. Wawasanmu tidak sempit dan picik sehingga mudah terombang-ambing pendapat teman-temanmu.”
       Dijelaskan si kancil juga bahwa selamanya tidak mungkin kura-kura akan menjadi kupu-kupu sebab semua sudah diatur oleh Allah swt. Lebih baik mensyukuri apa yang kita miliki. Jangan berusaha ingin meraih apa-apa yang telah dimiliki teman kita. Akhirnya si kura-kura sadar dan mengakui kekhilafannya. Kini dia mulai mencoba mensyukuiri apa yang telah dimiliki sambil mulai mencoba meningkatkan wawasan hidup dengan banyak-banyak membaca buku agar dirinya tidak bodoh serta mudah dibodohi teman.


selesai....


moral cerita : banyak membaca buku akan memperluas wawasan kita
.