Wednesday, February 27, 2013

KISAH SI TOKEK DAN TONGKAT RAJA (oleh : aguskarianto)

Illustrasi : agus karianto
          Dahulu kala, kerajaan Antah Beratah diperintah oleh seorang raja yang bijaksana, jujur dan amanah. Seluruh menteri dan prajurit juga memiliki sifat yang sama dengan rajanya. Bijaksana, jujur dan amanah. Pemimpin yang jujur dan amanah membuat rakyatnya hidup tenteram, aman, damai. Seluruh rakyat tidak pernah terjadi fitnah dan pertengkaran. Suasana kerajaan begitu damai dan tenteram. Kalau ada konflik di antara mereka senantiasa diselesaikan dengan jalan damai.
          Suatu hari, si kancil yang terkenal sok usil terhadap teman-temannya ingin menguji kebenaran sifat teman-temannya. "Aku ingin menguji salah satu temanku, ah! Apa benar mereka jujur dan bisa menjaga amanah," kata si kancil dalam hati. Kemudian  ia mulai mencari sasaran, siapa diantara temannya yang bisa dijadikan uji cobanya. Nah, kebetulan saat itu ada seekor tokek sedang berjemur di bawah sinar matahari di pinggir sungai.
          "Assalamu'alaikum, tokek," sapa si kancil.
          "Wa'alaikumussalam warahmatullohi wabarokatuh," jawab si tokek. "Wah, mau jalan-jalan kemana, Cil?" lanjut si tokek.
          "O aku baru saja lari pagi, tokek," jawab si kancil "Bukankah lari pagi itu sangat baik buat kesehatan kita. Racun-racun yang ada di kulit kita akan keluar bersama air keringat. Jadi tubuh kita makin sehat!"
         "O begitu ya, Cil?" 
         "O iya, tokek. Tadi  aku  dipanggil  Raja. Sebentar lagi sang Raja mau bepergian. Nah,  beliau  berpesan agar aku memberikan  tongkat ajaibnya kepada kamu. Selama sang Raja pergi kamu diperintah untuk merawat dan menjaganya." kata si kancil
       Si tokek terdiam  keheranan. "Apakah benar sang Raja mempercayakan dirinya untuk menjaga tongkat saktinya?" pikir si tokek. "Bukankah di kerajaan ada prajurit yang bisa menjaganya?"
       "Bagaimana...kamu mau atau tidak, tokek ?"
       "Tapi.....???!!!" si tokek merasa ragu dengan kata-kata si kancil.
       "Lho..kamu kok jadi ragu begitu?" kata si kancil. "Bukankah selama ini kalian terkenal jujur dan suka menjaga amanah. Kalau kamu tidak mau maka aku akan mengembalikan amanah ini kepada Raja."
      "Engng...iya..iya...iya...aku mau," jawab si tokek tanpa bisa berpikir panjang lagi.
        "Nah...silahkan kamu terima tongkat ajaib ini," kata si kancil sambil memberikan benda mirip tongkat kepada si tokek.  "Tapi kamu harus hati-hati jangan sampai tongkat ini hilang!"
        "Iya...iya...iya...insyaallah aku akan menjaganya...ini khan perintah sang raja...jadi suatu kehormatan bagiku mendapat amanah dari sang raja."
          Kemudian si tokek menerima sebuah benda mirip tongkat. Benda itu berasal dari potongan dahan pohon yang dibentuk mirip tongkat. Ukurannya cukup besar dan berat. Si tokek merasa kesulitan menerima dan mengangkat tongkat tersebut. Tubuhnya terlalu kecil dan dirinya tidak kuat mengangkatnya. Oleh karena itu si tokek menaruh begitu saja tongkat tersebut di pinggir sungai. Si kancil tersenyum melihat tingkah temannya sambil berjalan meninggalkan si tokek.
        Si tokek terdiam dan tidak mengerti mengapa ia begitu saja menerima perintah si kancil. "Tapi ini perintah raja, aku tidak boleh menolaknya. Aku harus melaksanakannya," kata si tokek.
        Setiap hari si tokek senantiasa setia menjaga tongkat ajaib sang raja. Kini dia tidak bisa pergi terlalu jauh sebab takut tongkat tersebut hilang. Sebenarnya ia berniat memindahkan tongkat tersebut ke rumahnya agar dia mudah mengawasi tongkat si Raja, namun dia tidak mampu mengangkat tongkat yang berukuran besar dan berat itu. Akhirnya demi menjaga amanah raja maka ia senantiasa berkorban menjaganya siang malam di tepi sungai.
        Suatu hari, lingkungan kerajaan diguyur hujan yang sangat lebat. Air meluap kemana-mana. Air sungai mulai naik. Dan si tokek menjadi resah sebab tongkat ajaib sang raja yang dijaganya mulai terendam air sungai. Kemudian, karena air sungai semakin meluap maka tongkat ajaib yang dijaganya mulai terhanyut terbawa aliran air sungai. Si tokek kebingungan. Kemudian dia berteriak-teriak meminta pertolongan :    "Tolong..tolong...tolong...tongkat ajaib sang raja terhanyut...tolong..tolong...tongkat...tongkat....tongkat...tongkat...tongkat....!!!"
Si tokek makin kalut. Dia berlarian ke sana kemari sambil mencari-cari kemana tongkat yang dijaganya terhanyut. Namun usahanya sia-sia. Tongkat tersebut sudah hilang terbawa derasnya air sungai.
Si tokek bersedih. Ia merasa bersalah karena tidak bisa menjaga  amanah Sang Raja. Dia gagal menjalankan amanah sang raja. Oleh karena itu, demi menjaga amanah sang raja maka si tokek memutuskan untuk pergi meninggalkan rumah demi mencari tongkat sang raja yang hilang terbawa arus sungai.
         Dan mulai hari itu si tokek mulai mengembara dari satu tempat ke tempat yang lain. Dan setiap kali ia berada pada suatu tempat ia senantiasa berteriak-teriak : " Tolong... tolong.... tolong.....tolong....tolong.... tolong...tongkat....tongkat..tongkat...tongkat...tongkat....!"
Bila tidak ada kabar tentang keberadaan tongkatnya ia lal pergi dan terus terus berusaha mencarinya kemanapun tongkat itu berada sambil terus berteriak : "Tolong tolong tolong tolong...tongkat..tongkat...tongkat...tongkat...."
         Dan sampai kinipun si tokek masih mengembara dari satu tempat ke tempat lain untuk menemukan  tongkat ajaib sang Raja sambil berteriak-teriak : "TOLONG TOLONG TOLONG TOLONG ...TONGKAT....TONGKAT...TONGKAT...TONGKAT...TONGKAT....."  Dan, sekarang kita sering mendengar si tokek masih selalu berteriak-teriak  : "OTOK..OTOK...OTOK...OTOK...TOKEEEK...TOKEEEEK...TOKEEEEK...TOKEEEEK...
Sementara itu si kancil takut berjumpa si tokek karena merasa berdosa telah berbohong tentang tongkat ajaib si raja yang ternyata bukan tongkat milik si Raja melainkan hanyalah potongan batang mahoni yang tergeletak di tepi sungai.

selesai
sumenep, 27-2-2013

Tuesday, February 19, 2013

KISAH SANG PENULIS CILIK (oleh : aguskarianto)

Illustrasi : agus karianto
     Rumah berdinding bambu itu adalah tempat terindah bagi Seno. Walau kepergian ayahnya 2 tahun yang lalu menyisakan kesedihan yang mendalam namun semangat hidupnya tetap membara. Ibunya yang menderita sakit berkepanjangan tetap menyayangi anak satu-satunya yang masih duduk di kelas 3 sekolah dasar. Seno adalah anak yang pantang menyerah, tekun dalam belajar dan memiliki bakat terpendam sebagai seorang penulis.
     Bakat menulis Seno adalah warisan dari mendiang ayahnya yang juga seorang penulis cerita handal di negeri ini. Meskipun usia Seno masih kecil, namun hasil karya tulis ceritanya telah mengisi beberapa rubrik cerita di berbagai majalah dan surat kabar di daerahnya. Dan dari honor menulis tersebut Seno bisa digunakan untuk membantu keuangan ibunya. Setiap kali ibu Seno menerima uang honor menulis anaknya senantiasa diiringi isak tangis karena bangga melihat anaknya yang masih kecil namun sudah bisa berbakti kepada orang tuanya.
      "Sudahlah, Seno. Kamu jangan terus menerus melakukan itu," kata ibunya "Usiamu masih kecil. Kamu tidak pantas bersusah payah mencari uang untuk ibumu."
       "Hehehe...bu, Seno tidak merasa kecil. Seno merasa tidak capek. Seno merasa tidak mencari uang untuk ibu. Seno merasa senang kok menulis," jawab Seno sambil larut dalam pelukan ibunya.
       "Lho, kamu ini bagaimana. Kan setiap hari kamu menulis lalu pergi ke penerbit surat kabat dan majalah untuk menyerahkan tulisanmu. Dan kamu dapat duit. Kan itu namanya kerja, anakku."
       "Bu, kata ayah seorang penulis itu adalah orang yang bebas seperti burung rajawali. Semakin dia mengepakkan sayapnya maka terbangnya akan semakin tinggi. Nah, kalau sudah terbang tinggi maka dia bisa bebas pergi kemana saja sambil bebas memilih jenis makanan yang dia suka. Dan Seno ingin seperti burung Rajawali itu, ibu. Seno ingin senantiasa mengepakkan sayap dengan memperbanyak latihan menulis dan Seno ingin terbang tinggi sekali."
       "Oh, anakku," bisik ibunya sambil memeluk erat-erat tubuh si Seno. "Ternyata sifatmu seperti ayah yang senantiasa memiliki cita-cita tinggi. Baiklah, ibu ikut mendukung cita-citamu, Nak. Tetapi, untuk hari ini berhenti dulu menulis dan besok lanjutkan lagi, ya."
Kemudian Seno dan ibunya pergi tidur karena hari sudah larut malam.

                                                                ***
        Pagi hari, seperti biasa Seno pergi ke sekolah sambil berjalan kaki. Sebenarnya letak sekolahnya cukup jauh. Namun Seno lebih senang menuju sekolahnya dengan berjalan kaki sebab banyak ide-ide cerita yang bisa dia dapatkan sepanjang perjalanan. Dan setiap ide cerita yang dia dapatkan senantiasa ditulis dalam kertas seadanya agar tidak lupa dan bisa dibaca kembali saat akan membikin cerita. Sebab kata ayahnya : "Tangkaplah kupu-kupu ketika menghampirimu. Tulislah segera bila kita dapat  ide sebelum kita melupakannya"
        "Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh....Selamat pagi anak-anak," demikian kata Kepala Sekolah mengawali sambutan ketika memimpin upacara bendera di sekolah Seno.
"Hari ini ada sebuah berita penting yang akan bapak sampaikan. Hari ini kami Kepala Sekolah juga para Guru menyesal dan membuat kami terkejut. Hal ini dikarenakan ulah salah satu murid sekolah kita. Beberapa hari yang lalu Bapak didatangi oleh beberapa wartawan sehubungan dengan hal ini. "
        Dan betapa terkejutnya seluruh siswa mendengar pemberitahuan kepala sekolah mereka. Sesama siswa saling pandang dan saling berbisik untuk mengetahui maksud kepala sekolahnya. Mereka dihinggapi perasaan takut bila hal ini menyangkut mereka karena mereka takut mendapat sanksi dari sekolah.
        "Coba dengarkan anak-anak. Langsung saja saya akan memanggil salah seorang siswa yang bapak maksud. Ananda Seno silahkan maju ke hadapan Bapak."
         "Hah?!" seluruh siswa spontan mengarahkan pandangannya ke arah Seno berdiri. Ada yang memandang penuh curita. Ada yang berprasangka buruk. Ada yang mengolok-oloknya. "Dasar, anak miskin aja bikin ulah, uh!" Bahkan ada yang belum mengetahui  persolannya sudah menuduh hina : "Rasain tuh. budak kecil sialan."
          Kemudian si Seno melangkah menuju ke podium. Dia sama sekali tidak takut menghadap kepala sekolah sebab selama ini ia tidak pernah merasa bersalah baik di sekolah maupun dimana saja.
         "Ayo mendekat di samping kanan Bapak, Seno," lanjut kepala sekolah. "Coba kalian diam sebentar anak-anakku. Perlu kalian tahu Si Seno ini telah membikin Kepala Sekolah dan para guru gemes, menyesal, terkejut dan sekaligus kami dibuat bangga. Sebab apa? Beberapa hari yang lalu kami didatangi beberapa wartawan untuk wawancara. Dan ternyata Si Seno ini diam-diam telah membawa nama harum sekolah kita. Ya... Si Seno ini diam-diam ternyata telah ikut mengukir tinta emas nama sekolah kita. Walaupun dia masih kecil, ternyata dia memiliki bakat yang luar biasa. Ternyata tanpa sepengetahuan sekolah ia telah mengikuti kejuaraan menulis tingkat nasional. Dan dia dinobatkan menjadi juara utama kategori anak.anak."
        "Horeeee,,,,,horee.....hore.....hidup Seno...Hidup Seno....Seno...Seno...Seno..!!!." demikian terdengar teriakan seluruh peserta upacara pagi itu.
       "Dan dalam beberapa hari lagi Bapak beserta beberapa guru, Seno dan ibunya akan mendampingi dalam penyerahan hadiahnya. Dan perlu kalian ketahui bahwa hadiah yang akan diperoleh Seno adalah uang pembinaan sebesar Lima belas Juta Rupiah dan piala kejuaraan untuk Seno dan pihak sekolah. Terima kasih Seno," kata Kepala Sekolah sambil menepuk-nepuk pundak siswanya ini.
       Tiada henti-hentinya seluruh teman si Seno berdecak kagum terhadap prestasinya. Mereka tidak menyangka anak sekecil itu sudah berprestasi ke tingkat nasional.
       "Nah, Seno. Sekarang kamu coba ceritakan kesan dan pesanmu kepada kita agar anak-anak yang lain ikut termotivasi mengikuti jejakmu," kata kepala sekolah. Lalu si Seno maju ke depan sambil merendahkan posisi mikrophone agar sejajar ke mulutnya.
      "Bapak kepala sekolah, guru-guruku dan teman-temanku. Seno mengucapkan terima kasih atas sambutan yang luar biasa. Sebenarnya Seno cuma sekedar menyalurkan bakat saja dan mengikuti nasehat Bapak. Bapak Seno berpesan Bila kita punya bakat maka asahlah, bekerja keraslah, tekunlah berusaha untuk mengasah bakat kita. Bagaikan burung Rajawali bila dia tekun mengepakkan sayapnya maka akan bisa mencapai tempat yang tinggi. Penulis adalah sebuah profesi yang tidak mengenal batas umur, agama, ras dan semua orang berhak serta bebas menapaki profesi lewat penulisan ini. Seorang penulis akan senantiasa memanfaatkan waktunya untuk kegiatan yang positif seperti membaca dan menuliskannya dalam karya tulis apa saja. Dan keuntungan selanjutnya, dari hasil menulis kita akan mendapatkan uang untuk biaya sekolah kita. Demikian Bapak Kepala sekolah, guru-guru serta teman-temanku"
       Bapak kepala sekolah, guru-guru dan seluruh siswa tidak menyangka kalau seorang penulis cilik seusia Seno ternyata sudah memiliki wawasan yang luas. Mereka semakin bangga terhadap Seno meskipun si Seno tergolong anak yang miskin namun ternyata kaya akan wawasan jauh melebihi teman-teman seusianya.
        Dan setelah upacara usai, maka spontan seluruh guru dan siswa saling berebutan ingin menyalami si Seno yang sekarang terkenal dengan sebutan SI PENULIS CILIK
            

Friday, February 8, 2013

SANG KURA-KURA PENGHAYAL (oleh : aguskarianto)

          Di sebuah kerajaan, ada seekor kura-kura yang suka mengeluh. Setiap hari, tiada henti-hentinya dia menyesali hidupnya. Dia selalu membandingkan kelebihan teman-temannya dengan dirinya sendiri. Dia sama sekali tidak pernah bersyukur dengan apa yang dimilikinya. Kadang-kadang ia menyesal mengapa tubuhnya dihimpit dengan cangkang yang keras sehingga ia tidak bisa bergerak cepat seperti kijang, kelinci, kuda. Kadang-kadang ia menyesal kenapa hanya bisa berjalan merayap di tanah dan tidak bisa terbang bebas untuk melihat keindahan alam dari udara seperti burung elang, pipit, burung bangau. Kadang-kadang ia merasa menyesal karena hanya memiliki tubuh kecil sehingga tidak bisa menjadi jagoan seperti singa, badak, buaya, harimau. Kadang-kadang dia merasa menyesal kenapa dirinya tidak memiliki ekor yang panjang seperti kera sehingga bisa digunakan bergelantungan dari satu pohon ke pohon yang lain.
            Sikap kura-kura yang senantiasa mengeluh membuat teman-temannya bosan. Kura-kura kurang bersyukur dengan apa yang telah dimilikinya. Dia tidak mengetahui potensi dirinya yang sebenarnya. Akibat suka mengeluh, dia tidak bisa mengembangkan potensi dirinya yang bisa digunakan untuk merobah masa depannya sendiri. Dia lupa bahwa Tuhan menciptakan sesuatu tentu memiliki potensi, bakat dan kelebihan yang berbeda. Dia lupa bahwa setiap makhluk hidup jangan sekali-kali iri dengan kelebihan yang dimiliki makhluk hidup yang lain.
            Suatu hari, puteri raja meminta ayahandanya agar dirinya diperkenankan memelihara hewan yang akan menjadi temannya setiap hari. Dan sang puteri menginginkan agar hewan tersebut tidak bisa berjalan cepat, tidak bisa terbang dan badannya tidak boleh terlalu besar serta jinak. Akhirnya, sang raja menitahkan seluruh prajuritnya untuk mencari hewan yang dimaksud. Dan secara kebetulan akhirnya para prajurit menemukan sang kura-kura.
            Sang puteri raja senang mendapat teman seekor kura-kura. Bentuknya lucu, jalannya pelan, tidak buas, ukurannya mungil. Sepanjang hari sang puteri senantiasa bermain-main dengan sang kura-kura. Tubuh sang kura-kura yang sebelumnya kotor lalu dimandikan. Kulit cangkang kura-kura yang terkelupas disikat dan dibersihkan. Akhirnya, setelah mendapat perawatan istimewa dari sang puteri raja maka tubuh sang kura-kura nampak mengkilat dan menawan. Sang kura-kura mendapat perlakuan yang istimewa dari sang puteri raja. Makan dan minum sang kura-kura semakin terjamin. Tempat tidurnya juga khusus. Sang kura-kura merasa gembira dengan perobahan gaya hidup pada dirinya. Sekarang ia tidak perlu susah-susah mencari makan dan minum karena semua telah disiapkan oleh sang puteri. Sekarang dia tidak perlu susah-susah mencari air untuk persiapan mandi karena semua telah disediakan oleh sang puteri. Sekarang kerjanya hanya berjalan-jalan dan menemani sang puteri di dalam kamarnya saja.
             Suatu saat, sang kura-kura merasa bosan juga hidup bersama sang puteri raja. Walaupun makan, minum, tidur dan mandi cukup terjamin namun kebebasan hidupnya terkekang. Sekarang ia tidak bisa bebas bertemu teman-temannya. Sekarang ia tidak bisa menikmati hidup di alam bebas. Sekarang ia tidak bisa mandi di sungai seperti sebelum tinggal bersama sang puteri raja.
         "Uft...bosan kalau harus hidup seperti ini," kata sang kura-kura. "Aku harus mencari akal agar aku bisa keluar dari kerajaan ini." Lalu sang kura-kura berusaha mencari akal agar dirinya bisa bebas keluar dari kerajaan ini. Akhirnya, ia menemukan akal agar sang puteri raja dan para prajurit membencinya agar dia bisa diusir dan dibuang dari kerajaan.
          Dan malam itu, sang kura-kura sengaja buang hajat di kamar sang puteri. Ketika sang puteri bangun di pagi hari, dia merasa terkejut karena di kamarnya penuh dengan kotoran yang baunya tercium ke seluruh istana sang raja. Sang puteri marah-marah dan menyuruh para prajurit untuk membersihkannya. Begitu pula sang puteri memarahi sang kura-kura yang bertindak jorok di dalam kamarnya.
          "Lain kali kalau kamu ingin buang kotoran bilang dong, agar para prajurit membawamu ke tempat buang kotoran di  kerajaan !" bentak sang puteri kepada kura-kura. "Kamu tahu, aku paling tidak suka kamarku kelihatan jorok. Apalagi baunya sampai memenuhi istana raja"
          "Tapi itu memang kebiasaan hamba, sang puteri," jawab kura-kura sambil berharap sang puteri semakin marah dan mengusirnya dari kerajaan.
          "Iya, kali ini kamu saya maafkan. Dan lain kali kamu harus bilang, ya." kata sang puteri sambil mengelus-elus hewan kesayangannya. Sang kura-kura sebenarnya bosan dengan perlakuan sang puteri kepadanya sebab semakin sang puteri menyayanginya maka peluang untuk keluar dari kerajaan akan semakin kecil.
           Oleh karena itu pada keesokan harinya, sang kura-kura kembali ingin melaksanakan rencananya agar bisa keluar dari kerajaan. Dia kembali berpura-pura akan buang kotoran di kamar sang puteri.
          "Sang puteri....saya sudah tidak tahan nih!" seru sang kura-kura.
           Sang puteri terbangun, dan dia cepat-cepat memanggil para prajurit untuk membawa sang kura-kura keluar kamarnya.
           "Tapi, tuan puteri untuk kali ini bau kotoranku akan semakin bau dari yang kemarin, " kata kura-kura. "Aku takut seluruh istana akan merasakan bau kotoranku."
           "Lalu bagaimana ini, kura-kura ?" tanya sang puteri nampak kalut dan bingung.
           "Begini saja sang puteri, ijinkan aku buang kotoran di pinggir sungai yang jauh dari kerajaan ini, sehingga istana terhindar dari aroma dan  bau dari kotoranku."
           "Lalu bagaimana agar kamu bisa cepat sampai ke sana?"
           "Lho. di kerajaan ini khan ada burung rajawali. Biarlah dia yang akan mengantar saya kesana dengan cepat." kata kura-kura.
          "Hah, bagaimana caranya? Apakah burung rajawali harus mencakar tubuhmu? Wah aku tidak mau bila tubuhmu sampai terluka. Aku tidak setuju bila dengan cara seperti itu."
          "Jangan khawatir sang puteri, tidak seperti itu caranya. Aku juga tidak mau apabila tubuhku dicengkeram oleh kuku-kuku rajawali yang runcing itu. Namun, kedua kaki sang rajawali harus mencengkeram sebatang tongkat dan aku akan bergelayutan dengan cara menggigit tongkat yang dibawanya. Nah dengan cara begitu aku akan bisa mencapai pinggir sungai dengan cepat dan tubuhku aman dari cengkeraman kaki-kaki rajawali. Bagaimana, sang puteri?"

          Sang puteri tersenyum mendengar ide sang kura-kura yang cemerlang itu. Akhirnya ia menyetujuinya. Dan seluruh prajurit kerajaan diperintahkan sang puteri untuk mempersiapkan keperluan rencana sang kura-kura. Dan tidak berapa lama, seluruh persiapan telah selesai. Dan sang kura-kura telah menggigit tongkat yang dibawa rajawali. Lalu dalam sekali kepakan sayap saja sang rajawali telah mengudara di angkara. Sang kura-kura merasa senang karena rencananya berhasil. Dia akhirnya bisa keluar dari lingkungan kerajaan yang membosankan. Ia ingin hidup bebas seperti dulu lagi. Ia ingin bisa terbang bebas seperti rajawali yang membawanya. Dan untuk merayakan kegembiraan bisa keluar dari kerajaan dan berpisah dengan sang puteri raja, maka sang kura-kura melambaikan tangan kepada sang puteri sambil berteriak "Daaaaaaaaaaaaaaaaaaaa......."
Sang kura-kura lupa bahwa saat ini tubuhnya berada di angkasa bersama rajawali. Dan sejak tadi mulutnya senantiasa menggigit tongkat yang dibawa rajawali agar tubuhnya tidak terjatuh saat berada di angkasa. Namun, karena kecerobohannya sendiri yang ingin meluapkan kegembiraan bisa berpisah dengan sang puteri maka tanpa sadar mulutnya terbuka. Saat mulutnya terbuka maka tubuhnya terlepas dari tongkat rajawali, lalu tubuhnya meluncur kebawah dengan cepat dan jatuh ke atas permukaan tanah. Goncangan yang keras pada tubuhnya akhirnya membuat tubuh kura-kura luka parah dan akhirnya mati.



tamat


moral cerita : Bersyukurlah terhadap apa apa-apa yang telah dianugerahkan Allah Swt kepadamu, niscaya
                     Allah Swt akan menambah berkah rasa syukurmu. Namun, bila kita mengingkari dan
                      tidak punya rasa terima kasih dan memanfaatkan potensi yang dianugerahkan Allah Swt
                      maka azab-Nya sanat pedih.