Wednesday, October 10, 2012

AKIBAT KESOMBONGAN SI KAMBING



     Si Congek adalah julukan untuk anak kambing yang nakal. Sok jagoan. Mau menangnya sendiri. . Semua perintahnya bagaikan hukum yang harus dituruti seluruh teman-temannya. Dia suka main paksa dan main perintah. Dia enggan menerima nasehat. Siapa saja berani menasehatinya maka akan dijadikan musuhnya. Bila dia melakukan kesalahan maka tidak boleh ada seorangpun yang boleh menyalahkannya. 
    Semua teman-teman benci terhadap sifat si Congek. Namun selama ini tidak ada seorangpun yang punya nyali untuk melawannya. Meskipun begitu, diam-diam semua teman si congek berniat akan melakukan perlawanan bila waktunya tepat. Hanya satu niat mereka yaitu ingin menyadarkan si congek dari sifat takabur, sombong dan semena-mena terhadap teman.
      Nah, malam itu sang bulan menampakkan diri. Sinarnya sungguh menakjubkan. Terang benderang namun tidak membuat udara terasa panas. Angin bertiup semilir, sehingga udara malam itu terasa sejuk. Seluruh hewan bersorak-sorai bermain di bawah sinar bulan. Ada yang bermain petak umpet. Ada yang bermain kereta-api-kereta-apian. Ada yang berlomba lari. Ada yang bermain tebak-tebakan.Ada yang cuma  memandangi keindahan sinar rembulan. Tidak ada satupun yang melewatkan malam itu tanpa keceriaan.
      "Hoiiiii, berhenti!" teriak si Congek dari kejauhan. "Memangnya siapa yang menyuruh kalian teriak-teriak di malam hari begini?Siapaa...???"
       Dan seketika itu juga, semua menghentikan aktivitasnya. Keceriaan mereka menikmati indahnya sinar rembulan berhenti. Tidak ada yang berani melanjutkan bermainnya. Mereka ketakutan mendengar bentakan si congek.Ada yang cuma bisa menggerutu karena kegembirannya terhenti akibat kedatangan si congek. Ada yang tubuhnya bergetar takut bila si congek semakin kalap.
      "Siapa yang memerintahkan kamu teriak-teriak, heh?" tanya si congek
      "Ngg..ngg...ka..mii...ti..dak...."
      "Hei...kamu kalau ngomong yang jelas !!"
      "Maksud...ka..mii...tidak..a..da.."
      "Tidak ada apanya....kamu ini bicara apa?! Yang jelas dooong kalau ngomong!"
      Dan tiba-tiba si kelinci memberanikan diri menjawab pertanyaan si congek.
      "Begini, kawan," kata si kelinci mengawali ucapannya. "Terus terang, tidak ada satupun yang menyuruh kami bergembira malam ini. Kami spontan saja melakukannya. Kami tidak ingin melewatkan malam yang indah penuh sinar bulan ini begitu saja. Kami ingin bergembira. Bahkan si Rembulan juga nampak tertawa melihat kegembiraan kita."
      "Apa?! Si rembulan  berani tertawa bersama kalian? Berani benar dia dengan aku! Apa dia tidak kenal siapa aku?" kata si congek di hadapan teman-temannya. Nampaknya si congek tidak mengerti siapa rembulan itu sebenarnya. Dikiranya si Rembulan adalah teman baru mereka.
      "Hoii...ayo tunjukkan dimana si Rembulan itu berada?! Berani sekali dia? Apa dia mau menantang aku ya?"
      Teman-teman si congek saling pandang satu sama lain. Mereka keheranan karena si Congek ternyata kurang wawasan. Kurang pengetahuan. Dia terlalu meremehkan teman sehingga tidak mengerti  siapa sebenarnya si Rembulan  dan dimana letaknya. "Wah, kesempatan emas untuk memberi pelajaran si congek, nih," pikir si kelinci.
      "Hohohoho...ternyata engkau belum tahu dimana  si rembulan bersembunyi ya, kambing?" kata si kelinci mengolok-olok si kambing congek.
      "Awas....ayo tunjukkan, kelinci! Kalau sampai engkau menyembunyikan dia maka aku tidak segan-segan akan melukaimu dengan kedua tandukku ini!" ancam si congek.
      "Sabar, teman," kata si kelinci. "Aku akan menunjukkan dimana si rembulan bersembunyi. Coba lihatlah dibalik bukit itu. Si rembulan lagi menampakkan satu matanya yang cemerlang. Tuh, dia lagi memandang kita dari kejauhan. Dia bersembunyi di balik bukit itu, kambing."
       Si congek menoleh ke arah bukit. Dia melihat sebuah lingkaran mirip bola mata yang sinarnya cemerlang. Sedari tadi si congek memperhatikan ke arah bukit, ternyata mata si rembulan tidak berkedip-kedip juga.
       "Hei,  Rembulan! Kenapa matamu terus menatap aku?! Kamu menantang aku, ya?!" bentak si congek kepada si rembulan yang terus bersinar cemerlang itu.
       Mendengar pembicaraan si tupai dan si congek membuat seluruh teman-teman si congek tertawa dalam hati. "Ternyata kesombongan dan kecongkakan si congek tidak diimbangi dengan kepandaiannya. TONG KOSONG NYARING BUNYINYA," pikir teman-temannya. Kini mereka menyaksikan si kelinci ingin memberi pelajaran agar si congek yang sombong segera berubah sikap. Agar si congek lebih menghargai pendapat teman-temannya. Agar si congek sadar bahwa hidup itu harus bisa tolong menolong sesama teman. Hidup itu tidak bisa sendirian.
      "Hei, rembulan...kamu masih berani melototi aku, ya? Awas kukejar engkau...kalau berhasil kutangkap maka aku tidak segan-segan menandukmu," bentak si congek sambil berlari mengejar si rembulan yang bersembunyi di balik bukit.
       Seluruh teman-teman si congek mengikuti langkahnya dari kejauhan. Mereka tidak berani mendekat sebab mereka mengerti bahwa si rembulan mustahil bisa dikejar si congek sampai kapanpun. Tetapi akibat ketidaktahuan si congek, akibat kedunguannya, akibat mau menangnnya sendiri maka ia terus mengejar kemanapun si rembulan berada.
      Ketika sampai di jalan setapak di sisi bukit, si congek masih terus berusaha mengejar rembulan. Walaupun jalan setapak relatif sempit namun tidak mengecilkan nyali si congek untuk terus melanjutkan keinginannya. Mengejar Rembulan.
      "Haiiiii, hati-hati, Kambing...hati-hati masuk jurang," teriak si kelinci ketika melihat bahwa kaki si congek akan tergelincir ke jurang.
      "Awassss...hati-hati berjalan!"
       Si congek terkejut mendengar teriakan si kelinci. Ia sadar ternyata semua ini adalah jebakan kepada dirinya. Apalagi ketika dia melihat si rembulan masih berada jauh dari balik bukit yang ditujunya, sedangkan jalan setapak yang dilaluinya sudah buntu. Tidak ada jalan lain. Sebenarnya si congek mau melangkah mundur namun ia gengsi ketika melihat teman temannya telah menghadang langkahnya di belakang. Oleh karena itu, dia cuma bisa berdiri saja di ujung jalan setapak.
      "Hai, kambing....hati-hati!....ayo kita segera turun dari bukit ini...percuma engkau mengejar si Rembulan sebab tempatnya cukup jauh...kenapa engkau keras kepala begitu? Kenapa engkau bersikap sombong begitu? Kenapa engkau bersikap sok jagoan begitu?" kata si kelinci. "Akibat sok jagoanmu itu akhirnya engkau ketemu batunya. Ternyata engkau lebih mengandalkan kekuatanmu daripada kepandaianmu? Engkau mengandalkan okolmu daripada kepandaianmu? Akhirnya kebodohanmu menjebak dirimu sendiri."
      Si Congek tidak bisa menyembunyikan rasa malunya. Ternyata dirinya telah dijebak si kelinci. Ia sadar bahwa akibat kebodohannya dia mudah  di jerumuskan teman-temannya. Akibat kebodohannya ia mudah diakali teman. Ternyata mengandalkan kekuatan otot tidak menjadi jaminan dia bisa menguasai teman-temannya. Ternyata memiliki ilmu pengetahuan itu menjadikan kita tidak mudah dijerumuskan teman. Dan siapa yang berilmu akan lebih berharga daripada mengandalkan kekuatan otot. Siapa yang berilmu tidak akan pernah bersikap takabur dan sombong kepada siapapun.


selesai...

sumenep, 10 oktober 2012


Moral ceritaHidup itu janganlah mengandalkan kekuatan diri. Dampaknya bisa menimbulkan sikap
                       takabur, sombong, sok jagoan dan tidak bisa menerima pendapat teman. Alangkah indahnya
                       apabila hidup penuh kedamaian, saling menghormati sesama, saling menghargai pendapat
                       sesama apalagi diimbangi dengan kepandaian yang memadai.Bersikaplah seperti ilmu padi :
                       Semakin berisi akan semakin merunduk.
       



No comments:

Post a Comment